
Foto: Shutterstock
Dulu, tanaman yang dianggap liar ini diabaikan begitu saja dan sering dianggap sebagai makanan ular. Namun, kini porang justru digemari oleh para petani karena memiliki nilai pasar yang tinggi. Bahkan memiliki pasar ekspor seperti Jepang, Cina, Taiwan, Korea dan Jepang.
Di awal tahun 2021, porang bak primadona bagi para petani. Terang saja, harganya sempat menembus harga 300 ribu rupiah per kilogramnya dan permintaan ekspor terus meningkat. Tidak hanya menyenangkan bagi para petani, porang sebagai bahan pangan juga menjadi alternatif yang luar biasa.
Gagasan Jokowi mengenai porang sebagi makanan masa depan ternyata tidak hanya ucapan manis belaka hanya karena nilai ekonominya. Menanggapi hal tersebutm, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Edi Santosa, S.P M.SI mengatakan bahwa gagasan ini juga sudah dipikirkan oleh para akademisi di perguruan tinggi.
Edi menjelaskan bahwa untuk menjadikan sebuah bahan makanan menjadi makanan masa depan, ada kriteria-kriteria yang harus terpenuhi, yakni:
1/ Plant-based food
2/ Adaptif terhadap perubahan iklim
3/ Minim dampak lingkungan
4/ Mendorong biodeversitas pangan
5/ Nutrisinya bagus
Menurut Edi, porang cocok dengan lima kriteria ini.
Tanaman porang mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin dan serat pangan. Karbohidrat pada porang, terdiri atas pati, glukomannan, serat kasar, dan gula reduksi. Kandungan glukomannan yang relatif tinggi merupakan ciri khas dari porang.
Glukomannan pada tanaman porang dimanfaat kan sebagai bahan pengental pada berbagai industri pangan. Misalnya, menjadi bahan tambahan pada industri es krim agar es krim tidak lekas mencair. Dalam industry kue, roti, sirop, sari buah, permen, jeli, selai, dan lainnya, glukomannan juga menjadi bahan pengental.
Sebagai bahan utama, produk olahan porang adalah konyaku dan shirataki. Ya, produk-produk ini merupakan makanan yang kerap dijumpai di makanan Jepang. Tak heran jika permintaan ekspor ke Jepang cukup besar, begitu juga dengan pasar Tiongkok.
Porang diekspor sudah dalam bentuk bubuk sehingga memiliki nilai tambah dibandingkan porang dalam bentuk buah. Selain membuat ke dalam bentuk bubuk, banyak prusahaan pengolah prodang di Indonesia yang memproduksi shirataki dalam bentuk mie dan beras, dan juga konyaku.
Nama shirataki mencuat saat diet makanan sehat mulai marak di ibu kota. Dalam bentuk beras dan mie, shirataki hadir dalam berbagai rupa, mulai dari nasi goreng hingga mi ayam. Begitu juga dengan konyaku yang biasa ditemukan di restoran Jepang sebagai salah satu bahan masakan Oden. Di Jepang, konyaku sangat populer sebagai makanan sehari-hari yang diolah menjadi beragam sajian.
Baca juga:
Salak Hingga Sawo Jadi Wine? Ini Cerita KHAS Fruit Wine
6 Hal Yang Tak Kamu Ketahui Tentang Tempe
Jangan Salah, Ini Beda Pati dan Tepung