
ilustrasi: tania.
Ngurus anak kecil itu repot, tapi lucu, sih... jadi asyik!”
Begitu kalimat yang sering Mama ucapkan kalau melihat pasutri muda kewalahan membawa anak ke tempat umum. Saya baru ngeh akan maksud beliau setelah tinggal bersama sepupu di Amsterdam.
Saat itu anak perempuannya baru berusia 2 tahun dan lagi cerewet-cerewetnya. Tiap hari celotehannya tidak berhenti. Dari pagi sampai malam rumah tidak pernah sepi. Saya yang tidak pernah mengurus anak kecil shock juga. Tidak kebayang bahwa nemenin anak kecil main itu sangat menguras energi dan membutuhkan kesabaran tingkat tinggi.
Selama 2 minggu di Amsterdam, waktu yang saya tunggu-tunggu adalah jam 1 siang dan jam 7 malam. Karena, itulah jam tidur si kecil yang tidak bisa diam itu. Ha... ha... ha....
Nah, mungkin sekarang Anda pikir saya bukan tante yang telaten. Masa ngurus anak kecil berpikir kayak gitu? Terus terang, saya juga merasa lumayan jahat. Wong anak kecil menggemaskan ini cuma pengin punya teman bermain....
Perasaan bersalah saya makin menjadi ketika suatu malam keponakan tiba-tiba menubruk saya, membenamkan muka di paha, memeluk lutut, mendongak dan dengan sangat manisnya memanggil, “Kuku Ling-liiing....”
Sontak senyum saya merekah dan hati langsung lumer. Itu cerita 5 tahun lalu. Baru-baru ini, saya magang di sebuah katedral di Inggris sebagai organis. Katedral tersebut memiliki paduan suara yang terdiri atas 12 choristers (anak-anak SD yang dibayar dan dilatih bernyanyi secara profesional) dan 6 orang dewasa. Anak-anak direkrut dari sekolah sekitar dan diberi beasiswa.
Frekuensi pertemuan yang sering membuat saya menjadi cukup dekat dengan ‘the boys’. Saya juga sering merasa kasihan karena mereka harus bekerja begitu kerasnya di luar jam sekolah. Yang paling membuat saya tidak tahan adalah kalau ada anak yang batuk atau sakit tenggorokan, tapi tetap harus bertugas. Kalau sudah begitu, saya pasti akan memaksa si anak untuk banyak minum (seperti biasa, anak kecil susah sekali minum...) dan kalau bisa menyempatkan tidur siang.
Alhasil, saya secara tidak langsung dianggap para orang tua choristers sebagai ibu pengganti. Banyak yang mengatakan, alangkah baiknya memiliki seorang organis wanita yang bisa sekaligus menjaga anak-anak. Maklum, organis wanita di Inggris adalah fenomena langka.
Mungkin, karena tidak pernah bekerja dengan wanita, anak-anak sering usil di awal-awal masa tugas saya. Tanggapan saya? Memakai topeng ibu guru tegas (tidak masalah untuk saya – pemenang anugerah ‘Presiden Masa Depan’ zaman TK).
Ada satu anak, sebut saja X, yang lumayan malas latihan piano. Di satu sesi latihan malam, ia datang dan bertanya, “Miss Erel, boleh enggak latihannya dipotong jadi 20 menit?” “Kenapa?” tanya saya heran. “Tadi siang aku sudah latihan 25 menit. Kan, totalnya 45 menit!” jawabnya polos. Tentu saya menolak mentah-mentah karena itu melanggar peraturan. Namun, Z tidak putus asa, dia tetap memohon berkali-kali, hingga dia mengatakan, “Please, Mum, pleeease?”
Kami berdua tertegun. Kontan dia meminta maaf, “Oh no, I just called you Mum! I’m sorry!!!”
Dia rupanya khawatir saya akan marah, masih muda dipanggil Mama. Tetapi, saya justru tertawa karena geli dan tersentuh.
Bagi saya, acara keselip lidah itu menunjukkan apresiasi mereka terhadap ‘parenting’ saya di tempat kerja. Seperti saat saya jadi nanny mendadak di Amsterdam, momen seperti itu sungguh tidak ternilai. Begitu juga kalau ada yang berbagi rahasia tentang pacarnya (‘My parents don’t know, so don’t tell them!’) atau sekadar memamerkan rakitan robot terbaru.
‘The boys’ adalah bagian favorit saya dari pengalaman magang ini. Saya merasa sangat berat saat harus pamitan di hari terakhir.
Yang membuat saya kaget: X. Dia mondar-mandir dengan gontai dan mulut manyun. Saat ditanya kenapa, ibunya menjawab, ‘Iya, ini dari kemarin malam sudah ngambek karena katanya sedih, Miss Erel mau pergi.” Terharu.
Begitu kalimat yang sering Mama ucapkan kalau melihat pasutri muda kewalahan membawa anak ke tempat umum. Saya baru ngeh akan maksud beliau setelah tinggal bersama sepupu di Amsterdam.
Saat itu anak perempuannya baru berusia 2 tahun dan lagi cerewet-cerewetnya. Tiap hari celotehannya tidak berhenti. Dari pagi sampai malam rumah tidak pernah sepi. Saya yang tidak pernah mengurus anak kecil shock juga. Tidak kebayang bahwa nemenin anak kecil main itu sangat menguras energi dan membutuhkan kesabaran tingkat tinggi.
Selama 2 minggu di Amsterdam, waktu yang saya tunggu-tunggu adalah jam 1 siang dan jam 7 malam. Karena, itulah jam tidur si kecil yang tidak bisa diam itu. Ha... ha... ha....
Nah, mungkin sekarang Anda pikir saya bukan tante yang telaten. Masa ngurus anak kecil berpikir kayak gitu? Terus terang, saya juga merasa lumayan jahat. Wong anak kecil menggemaskan ini cuma pengin punya teman bermain....
Perasaan bersalah saya makin menjadi ketika suatu malam keponakan tiba-tiba menubruk saya, membenamkan muka di paha, memeluk lutut, mendongak dan dengan sangat manisnya memanggil, “Kuku Ling-liiing....”
Sontak senyum saya merekah dan hati langsung lumer. Itu cerita 5 tahun lalu. Baru-baru ini, saya magang di sebuah katedral di Inggris sebagai organis. Katedral tersebut memiliki paduan suara yang terdiri atas 12 choristers (anak-anak SD yang dibayar dan dilatih bernyanyi secara profesional) dan 6 orang dewasa. Anak-anak direkrut dari sekolah sekitar dan diberi beasiswa.
Frekuensi pertemuan yang sering membuat saya menjadi cukup dekat dengan ‘the boys’. Saya juga sering merasa kasihan karena mereka harus bekerja begitu kerasnya di luar jam sekolah. Yang paling membuat saya tidak tahan adalah kalau ada anak yang batuk atau sakit tenggorokan, tapi tetap harus bertugas. Kalau sudah begitu, saya pasti akan memaksa si anak untuk banyak minum (seperti biasa, anak kecil susah sekali minum...) dan kalau bisa menyempatkan tidur siang.
Alhasil, saya secara tidak langsung dianggap para orang tua choristers sebagai ibu pengganti. Banyak yang mengatakan, alangkah baiknya memiliki seorang organis wanita yang bisa sekaligus menjaga anak-anak. Maklum, organis wanita di Inggris adalah fenomena langka.
Mungkin, karena tidak pernah bekerja dengan wanita, anak-anak sering usil di awal-awal masa tugas saya. Tanggapan saya? Memakai topeng ibu guru tegas (tidak masalah untuk saya – pemenang anugerah ‘Presiden Masa Depan’ zaman TK).
Ada satu anak, sebut saja X, yang lumayan malas latihan piano. Di satu sesi latihan malam, ia datang dan bertanya, “Miss Erel, boleh enggak latihannya dipotong jadi 20 menit?” “Kenapa?” tanya saya heran. “Tadi siang aku sudah latihan 25 menit. Kan, totalnya 45 menit!” jawabnya polos. Tentu saya menolak mentah-mentah karena itu melanggar peraturan. Namun, Z tidak putus asa, dia tetap memohon berkali-kali, hingga dia mengatakan, “Please, Mum, pleeease?”
Kami berdua tertegun. Kontan dia meminta maaf, “Oh no, I just called you Mum! I’m sorry!!!”
Dia rupanya khawatir saya akan marah, masih muda dipanggil Mama. Tetapi, saya justru tertawa karena geli dan tersentuh.
Bagi saya, acara keselip lidah itu menunjukkan apresiasi mereka terhadap ‘parenting’ saya di tempat kerja. Seperti saat saya jadi nanny mendadak di Amsterdam, momen seperti itu sungguh tidak ternilai. Begitu juga kalau ada yang berbagi rahasia tentang pacarnya (‘My parents don’t know, so don’t tell them!’) atau sekadar memamerkan rakitan robot terbaru.
‘The boys’ adalah bagian favorit saya dari pengalaman magang ini. Saya merasa sangat berat saat harus pamitan di hari terakhir.
Yang membuat saya kaget: X. Dia mondar-mandir dengan gontai dan mulut manyun. Saat ditanya kenapa, ibunya menjawab, ‘Iya, ini dari kemarin malam sudah ngambek karena katanya sedih, Miss Erel mau pergi.” Terharu.
***
Laura Erel - Serpong Tangerang
Kirimkan Gado-Gado Anda maksimal tulisan sepanjang tiga halaman folio, ketik 2 spasi.
Nama tokoh dan tempat kejadian boleh fiktif.
Kirim melalui e-mail: kontak@femina.co.id atau pos, tuliskan di kiri atas amplop: Gado-Gado
Laura Erel - Serpong Tangerang
Kirimkan Gado-Gado Anda maksimal tulisan sepanjang tiga halaman folio, ketik 2 spasi.
Nama tokoh dan tempat kejadian boleh fiktif.
Kirim melalui e-mail: kontak@femina.co.id atau pos, tuliskan di kiri atas amplop: Gado-Gado
Topic
#fiksi, #gadogado