Family
Berencana Membangun Keluarga Hanya dengan Satu Anak? Anda Butuh Pola Asuh Tepat

8 Jan 2018


Foto: Pixabay

Banyak orang memilih memiliki satu anak saja agar bisa keluar dari masalah dan keruwetan yang biasanya menghampiri keluarga yang memiliki banyak anak. Namun, pilihan tersebut tak lantas membuat orang tua dengan anak tunggal bebas dari masalah yang ada. Pasalnya, anak tunggal justru akrab dengan stereotip negatif, baik itu label bahwa mereka itu egois, manja, tidak mandiri, hingga antisosial.

Padahal, menurut psikolog Anna Surti Ariani atau yang akrab dipanggil Nina, punya satu anak memiliki dampak positif juga. Misal saja, anak tunggal kepercayaan dirinya cukup tinggi. Hal ini dikarenakan ia mendapat kasih sayang sepenuhnya dari orang tua. “Agak berbeda jika anak tersebut memiliki kakak adik. Orang tua biasanya kerap membanding-bandingkan, yang terkadang membuat anak minder dan tertekan,” jelas Nina.

Anak tunggal yang juga mendapatkan perhatian maksimal dari orang tua cenderung akan lebih berprestasi di sekolah. Jika pola asuhnya benar, orang tua punya waktu lebih banyak untuk terlibat dalam kegiatan belajar anak di rumah. “Dalam berbagai macam penelitian yang ada sudah membuktikan bahwa orang tua yang punya waktu cukup untuk menemani anaknya belajar akan membuat anak lebih berprestasi di sekolah,” tuturnya lagi.

Di sisi lain, Nina melihat bahwa terkadang pada keluarga dengan banyak anak, membuat anak tak memiliki waktu untuk sendiri. Padahal, waktu untuk sendiri ini dibutuhkan sebagai momen kontemplasi untuk anak berpikir panjang, menyelami dirinya dan memikirkan tentang lingkungan. Beruntung, anak-anak tunggal justru punya banyak waktu untuk sendirian tanpa harus diganggu oleh kakak adiknya.

“Namun, waktu sendirian ini tentu bukan dihabiskan untuk main game. Karena nanti dampaknya sama saja, ia tidak punya waktu untuk merenung,” ujar Nina mengingatkan orang tua untuk memberikan waktu pribadi bagi anaknya.
Ragam macam label negatif yang kerap melekat pada anak tunggal, menurut Nina, sangat berpengaruh pada bagaimana pola asuh yang diterapkan sehari-hari. Padahal, memiliki anak tunggal harus melakukan pola asuh yang berbeda pula.

Contohnya, memiliki satu anak membuat orang tua menumpahkan segala harapan terbaik pada dirinya, dan menyebabkan orang tua jadi over protective. Hal ini bisa menimbulkan perasaan tidak bebas, sehingga memunculkan ketakutan pada anak untuk terpisah dari orang tuanya.

Menurut Nina, penting bagi orang tua untuk tidak selalu merasa harus berada di dekat anaknya, tapi justru memberikan kebebasan dan keleluasaan agar anak bisa menjadi dirinya sendiri. Karena memang, terkadang orang tua menuntut terlalu banyak, mengharapkan anaknya bisa menjadi yang terbaik dan berharap anak tidak melakukan kesalahan.



“Hal ini dilakukan dengan dalih ‘dia kan satu-satunya penerus keluarga’. Padahal, hal ini bisa membuat anak tertekan. Jadi, penting bagi orang tua untuk bisa memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan kesalahan, karena ini adalah proses belajar,” jelas Nina. Daripada melakukan hal-hal agar anak tidak melakukan kesalahan, akan jauh lebih baik jika orang tua mengajari anak untuk menjadi lebih positif menanggapi kesalahan. “Kesalahan itu adalah kesempatan belajar. Dengan melakukan kesalahan, anak jadi tahu apa yang harus dihindari atau diperbaiki. Anak juga akan merasa diterima oleh orang tuanya,” tambahnya.

Sering kali, karena anak tunggal menjadi pusat perhatian dan orang tua berusaha untuk memenuhi segala kebutuhannya, anak akhirnya menjadi manja. Ketika seorang  anak begitu mudah mendapatkan apa pun yang dia inginkan, sebetulnya itu mengurangi daya juangnya. Ia jadi tidak mau berusaha untuk mendapatkan sesuatu, yang terkadang menyebabkan anak mudah tantrum. Dan makin besar, nantinya jadi punya kebiasaan buruk.

Terkadang, karena sering sendirian di rumah, anak tunggal jadi tidak punya kesempatan untuk mengasah keterampilan sosialnya. Ini membuat pergaulannya jadi kaku, karena tidak terasah. Ia, misalnya, bisa saja tidak tahu bagaimana menyampaikan terima kasih atau tidak tahu cara menolong orang. 

“Carikanlah dia teman, terutama di lingkungan anak biasa beraktivitas. Atau, sering-sering datang ke acara keluarga yang ada banyak sepupu yang usianya sebaya. Dengan begitu, anak-anak punya waktu untuk bersosialisasi,” Nina menyarankan. Jika sulit melakukan kedua hal itu, bisa mencoba hal yang lebih kreatif dengan melakukan play date bersama anak dari teman-teman Anda atau mengikutkannya pada kegiatan hobi, seperti bermain bola, memasak, dan lainnya. Kegiatan ini bisa mengasah kemampuan bersosialisasinya.

Di sisi lain, stigma bahwa anak tunggal tidak bisa mandiri, bisa jadi benar atau bahkan tidak tepat. Menurut Nina, hal tersebut sangat bergantung pada bagaimana orang tua mengasuhnya. “Saya melihat, anak tunggal justru memiliki potensi untuk mandiri lebih besar, karena ia tidak bisa mengandalkan bantuan kakak atau adiknya untuk beberapa hal tertentu. Secara sadar atau tidak, ini meningkatkan kemandirian si anak,” imbuh Nina.
Karena itu, agar anak tunggal bisa mandiri, beri kesempatan kepadanya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Walau orang tua mendedikasikan waktu dan perhatian pada anaknya, tak berarti segala hal harus dibantu.

Anak perlu diajari melakukan berbagai hal, dimulai dari tugas sehari-hari, seperti mandi dan makan. Punya anak satu atau lebih sebenarnya bukanlah persoalan untung dan rugi. Seperti pernyataan Nina, bahwa yang penting adalah apakah orang tua tahu risiko dari pilihan mereka soal anak tersebut. Karena, berapa pun jumlah anak yang mereka pilih, pasti ada plus dan minusnya. “Inilah yang harus dipersiapkan oleh orang tua sebelum mereka memiliki anak. Yang penting adalah orang tua tahu bagaimana mengasuh anak tunggal,” ujar Nina.

Yang pasti, jangan ikuti apa kata orang. “Ikuti saja kata hati. Jika mampunya memiliki satu anak, ya, sudah, jangan tambah anak lagi. Namun, jika Anda inginnya punya anak lebih dari satu, rencanakan hal tersebut secara matang dengan suami,” kata Nina. (f)

Simak ulasan tentang anak tunggal di topik KELUARGA

Baca juga:
Benarkah Cukup Satu Anak Pilihan Rasional?
Tantangan Baru Keluarga Dengan Satu Anak, Ini Kata Pakar



Topic

#anak, #keluarga