BizNews
Saatnya Wanita yang Memimpin Perubahan

14 Mar 2020

Gema kesetaraan berkumandang di berbagai belahan dunia saat Hari Perempuan Internasional akhirnya tiba di tanggal 8 Maret lalu. Selain merayakan pencapaian wanita, momen ini juga menjadi media untuk menggaungkan pesan bahwa masih dibutuhkan lebih banyak wanita untuk menjadi agen perubahan.

Inilah juga yang dilakukan Tory Burch bersama Femina sebagai bentuk selebrasi Hari Perempuan Internasional dengan mengadakan acara bertajuk Women Leading Change dengan pembicara wanita-wanita hebat di bidangnya masing-masing. Dimoderatori oleh news anchor dan jurnalis
Andini Effendi, acara yang diadakan di Peacock Lounge, Fairmont Hotel Jakarta, ini juga dihadiri oleh Silvia Halim, Direktur Konstruksi PT. MRT Jakarta, Catherine Hindra, Chief Food Officer Gojek Group, dan Shannon Hartono, Vice President Time Internasional. 

Di hadapan 30 tamu undangan, para pembicara menceritakan tentang ambisi, perjuangan, hingga membangun hubungan yang positif dengan sesama wanita karier lainnya untuk menjadi agen perubahan.

Bekerja di industri konstruksi yang diidentikan dengan dunianya para kaum adam, Silvia  mengakui bahwa hal ini memberikan tantangan tersendiri. Namun bukan berarti harus menyerahkan ambisinya untuk meraih yang lebih besar. 

“Selama ini orang berpikir wanita dan ambisi adalah bukan hal yang cocok. Namun terkadang tantangan itu justru datang dari sesama wanita itu sendiri yang bertanya ‘kenapa kita punya ambisi yang begitu besar?”. Jadi selalu ingat,
it’s ok to know what you want, it’s ok to pursue what you want, dan jika kita ingin sukses kita harus tahu exactly what we want,” ujarnya optimis.

Mengepalai sebuah divisi besar di GoFood yang melakukan pemesanan makanan lebih dari 50 juta kali dalam sebulan di seluruh Indonesia, mungkin adalah impian banyak orang. Namun sebagai seorang wanita, diakui Catherine bahwa banyak orang yang menganggap cita-citanya untuk meraih hal yang lebih besar dari saat ini sebagai sesuatu yang ‘terlalu ambisius’. Padahal menurutnya, ambisi tidak dikonotasikan pada sesuatu hal yang negatif.

“Ämbisi seharusnya menjadi kata yang sangat positif,
and I believe in that. Sehingga saya belum puas dengan apa yang telah saya raih hari ini, karena ini hanya permulaan,” ujarnya penuh semangat. 

Di sisi lain, Shannon yang bekerja di industri mode yang sangat dekat dengan wanita, justru berusaha untuk membuka mata banyak orang bahwa industri ini juga bisa dilakukan oleh siapapun. 

“Ketika kita bicara
fashion as a business, dimana ada aspek finansial, sains dan operasional di dalamnya, kesempatan kerja di industri ini sangat terbuka untuk siapapun. Hanya karena topiknya adalah baju wanita, bukan berarti yang bisa melakukannya adalah wanita. Fashion is also an equal opportunity business,” papar Shannon yang mengingatkan bahwa pada dasarnya semua pekerjaan bisa dilakukan baik oleh wanita maupun pria. 

Acara yang berlangsung selama lebih dari satu jam ini pun mendapatkan antusias dari para tamu yang bertanya. Seperti
Nina, pastry chef, yang bertanya tentang seberapa penting sebagai seorang wanita pemimpin untuk menciptakan gap yang sehat dengan staf tanpa harus membuat mereka terlihat seperti bos daripada pemimpin. 

Menurut Shannon, mau tak mau, ada waktu-waktu tertentu yang menuntutnya untuk membuat jarak dengan para karyawannya. “Dan menurut saya itu bukan sesuatu yang salah, karena tujuannya adalah untuk mencapai tujuan perusahaan. Yang penting adalah tahu
gut feeling kapan harus bisa ‘bersahabat’ dengan staf dan kapan harus bisa bersikap tegas,” ujar Shannon menyarankan.

Sementara Silvia mengaku bahwa hanya wanita yang harus memikirkan antara
gap dengan karyawan, tapi di waktu yang bersamaan juga bersahabat kepada mereka. Kalau pria tidak dihadapi dengan dimensi dan ekspektasi seperti itu. 

“Saat ini saya bekerja dengan banyak anak muda yang sangat kritikal. Namun saya melihat ini sebagai sesuatu yang positif. Karena ketika mereka
being critical, berarti mereka berpikir. Maka saya tegas saja, ketika jam kerja kita juga mengharapkan dia kerja. Di luar itu, we can having a chat like a good friend,” ujar Silvia.

Sedangkan Catherine, punya cara unik sendiri untuk bisa dekat dengan timnya. Misalnya, setiap hari Rabu ia akan menghabiskan waktu dengan tim untuk karaoke bersama. 

“Namun kita membuat garis, ketika sedang bersenang-senang, maka hubungan itu seperti teman. Tapi ketika di kantor hubungan itu menjadi hubungan profesional.
What we are building is a culture, it just not a company,” ceritanya.  

Di akhir acara, semuanya pun sepakat bahwa wanita adalah agen perubahan. Dan ketiga pembicara pun percaya gaya kepemimpinan yang kolaboratif, membantu orang lain untuk berkembang, saling memberdayakan dan menyiapkan regenerasi adalah gaya kepemimpinan para wanita agen perubahan yang dibutuhkan dunia. (f)



BACA JUGA :

Film Ini Punya Semangat Seperti yang Didengungkan International Women's Day
10 Negara Dengan Kesetaraan Gender Paling Baik
Pekerja di Helsinki Punya Work-life Balance Terbaik



 
 


Topic

#IWD2020