
Walau tanpa kecap manis, daging satai di Malaysia cenderung lebih manis, namun ditemani saus kacang bercita rasa gurih asin. Ketupat, irisan bawang merah, dan mentimun tidak boleh luput saat menyajikan satai. Rempah-rempah seperti kunyit, ketumbar, bawang merah, serai, dan santan diolah untuk menjadi bumbu perendam sebelum satai dibakar. Mirip dengan bumbu satai di Padang.
Di daerah Kajang terdapat resto satai terkenal H. Samuri. Di sini satai dibuat dengan potongan daging yang lebih besar daripada biasanya, disajikan dengan saus kacang yang manis dan sambal (seperti satai Jawa). Saking terkenalnya, satai Kajang menjadi nama jenis satai yang seperti ini dan dapat ditemukan di banyak kota di Malaysia. Ada juga satai lok-lok dari Penang dan satai celup dari Malaka yang terpengaruh oleh budaya Cina. Berbagai jenis daging, telur, dan sayuran yang ditusuk dengan tusuk satai tidak dibakar, melainkan direbus. Jika direbus dengan kaldu dan disantap dengan saus disebut satai lok-lok. Jika satai direbus ke dalam saus kacang disebut satai celup.
Sementara itu, cita rasa satai di Negeri Singa tidak jauh berbeda dengan satai yang ada di Malaysia. Dijual oleh kaum muslim Melayu dari daging ayam, kambing, dan sapi. Tak heran, karena keberadaan etnis Melayu di Singapura tak luput dari pengaruh negeri tetangganya itu.
Satai mulai diasosiasikan dengan negara Singapura mulai tahun 1940-an, sehingga pada tahun 1950-an dibuat area tempat berkumpulnya penjual satai yang bernama Satay Club. Beroperasi setelah matahari terbenam, Satay Club menjadi acuan bagaimana seharusnya satai dijual dan disajikan di Singapura. Tempat yang kemudian dipindahkan ke Esplanade Park pada tahun 1960-an ini berkembang pesat, hingga berhasil tercetak dalam banyak buku tour guide sebagai destinasi kuliner Singapura.
Seiring dengan pesatnya pembangunan landmark yang menjadi ikon ternama di Singapura, area jajanan satai ini tergusur oleh Esplanade-Theater On The Bay pada tahun 1995. Para penjual satai pun mencari lokasi-lokasi baru, salah satunya adalah Lau Pa Sat yang hingga saat ini terkenal di kalangan turis (walau harganya agak mahal di sini!).
Berterima kasihlah kepada Thailand. Dari sinilah negara Barat lebih mengenal satay. Tak bisa disalahkan, karena pada kenyataannya kuliner Thailand lebih dulu berkibar di dunia internasional dibandingkan kuliner Indonesia.
Berbeda dengan satai di Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang satu tusuknya terdiri dari 3 hingga 4 potong daging, satai Thailand hanya terdiri dari satu potong daging berukuran persegi panjang. Bumbu yang digunakan juga sedikit berbeda. Banyaknya penggunaan bumbu kari dan kecap ikan dalam masakan Thailand turut memengaruhi bumbu satai di sini.
Selain gai satay (satai ayam) dan moo satay (satai babi), masyarakat Thailand juga membuat satai dari daging sapi dan udang. Ada juga yang terbuat dari tempe dan tahu untuk mereka yang menganut aliran vegetarian. Sausnya tetap saus kacang (nam jim tua), namun tetap dengan sentuhan bumbu kari, kecap ikan, terasi, dan santan.
Menyantap satai di Thailand tidak disertai lontong atau ketupat seperti biasanya. Namun, acar mentimun (a jad) yang dimasak bersama irisan bawang merah dan cabai rawit selalu setia menemani. (f)