Celebrity
Maudy Ayunda, Butuh Pengorbanan

30 Sep 2015


Kilatan lampu blitz seolah hendak menangkap  tiap sisi ekspresi dan bahasa tubuh Maudy saat beraksi di depan kamera fotografer. Posenya mengalir, natural, nyaris tanpa arahan. Ia tampak begitu memukau, fierce, tapi hangat dan… matang! Terlebih lagi ketika ia mulai bercerita tentang berbagai aktivitas dan impian yang masih ingin diraihnya.

“Di dunia hiburan, saya menganggap diri sebagai orang yang lucky,” ungkap finalis GADIS Sampul 2009 ini. Ia bukan berasal dari keluarga yang berkecimpung di dunia hiburan, dan sama sekali tidak pernah kepikiran bahwa suatu saat nanti ia akan eksis di dunia yang satu ini. Jalannya terbuka melalui sebuah kesempatan yang disebutnya sebagai random opportunity event.

Bagaimana tidak, saat itu ia tengah duduk bersama murid-murid kelas 5 SD lainnya, menyimak pelajaran, ketika tim casting film Untuk Rena datang. Ia pun terpilih menjadi bintang utama di film anak-anak perdananya ini. Setelah itu, ia kembali diajak Mira Lesmana untuk ikut main di film Sang Pemimpi. Di film terakhirnya, Perahu Kertas, ia tidak hanya ikut berakting, tapi juga menyanyikan dua lagu yang menjadi soundtrack film dari karya novel bestseller Dee Lestari itu.

Hingga kini, ada sembilan film yang telah dibintanginya. Terakhir, bersama aktor Reza Rahardian, ia mengisi suara untuk film animasi Indonesia, Battle of Surabaya, yang telah meraih penghargaan internasional. Dari dunia akting, kesempatan untuk menjejak kaki di dunia tarik suara pun terbuka.

Album pertamanya, Panggil Aku, rilis pada tahun 2011. Album keduanya, Moments, yang rilis tahun 2015 berhasil meraih Multiplatinum, setelah terjual lebih dari 200.000 keping. Hebatnya lagi, angka ini berhasil diraihnya hanya dalam hitungan 2,5 bulan. Ini menjadi sebuah pencapaian yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, seorang musikus atau grup musik yang sudah senior saja rata-rata butuh waktu sekitar 4 hingga 6 bulan untuk bisa mencapai angka penjualan yang sama.

Meski mengaku termasuk sosok yang beruntung, dunia hiburan tetap menuntut fokus energi dan pikiran yang tidak sedikit. “Saya percaya bahwa untuk mendapatkan apa yang kita impikan, harus ada pengorbanan,” ujarnya, lugas. Di usia yang cukup muda, ia harus banyak melakukan pilihan-pilihan tidak populer, misalnya rela kehilangan jam gaul bersama teman-teman seusianya untuk bisa mendorong kariernya di dunia hiburan.
Maklum, selain harus fokus dengan dunia akademis, di saat yang sama ia harus membagi tenaga dan pikirannya untuk berakting di film layar lebar dengan penggarapan yang intensif.

Selain itu, ia juga harus fokus menggarap album pertamanya yang rilis saat ia masih di bangku SMA. Segala tekanan ini ternyata sempat mengganggu keseimbangan emosionalnya. Menangis menjadi salah satu caranya untuk melepaskan diri dari kungkungan emosi negatif.

“Sekarang ini, jika melihat ke belakang, saya merasa puas. Semua kerja keras dan drama yang harus saya lalui itu membuahkan hasil yang sepadan,” ujarnya, mantap. Kini, ia bahkan bisa mendapatkan kembali kehidupan sosialnya yang dulu sempat hilang itu. Dari remaja supersibuk yang saat SMA dulu sulit diajak hang out, sekarang justru dirinyalah yang getol menginisiasi perjumpaan. (f)

Naomi Jayalaksana