
Saat menikah dengan duda yang telah memiliki anak dewasa, walaupun usia Anda berdua terpaut jauh, Anda merasa baik-baik saja ketika membuat rencana tak ingin menambah anak. Namun belakangan Anda ingin memiliki anak dan ini akhirnya memicu pertengkaran dengan suami. Anda ingin sekali meyakinkan keinginan Anda pada suami.
Menurut Irma Makarim, sejak awal Anda berdua tahu adanya perbedaan usia yang mencolok, jadi tak heran bila kebutuhan di antara Anda berdua juga agak berbeda. Ini tidak akan menimbulkan kendala, apabila kedua belah pihak mau memahami dan menerima perbedaan ini. Kebutuhan Anda berdua saat baru menikah dan setelah menjalani perkawinan mungkin juga berbeda. Di awal perkawinan, kebutuhan untuk mendapatkan seorang anak memang tidak menjadi prioritas, apalagi saat itu Anda berdua masih sangat menikmati kehadiran satu sama lain.
Banyak hal terjadi dalam hidup seseorang, walau tak direncanakan. Mungkin ini kurang bisa diterima suami, apalagi bila kebutuhan ini kurang dirasakannya. Mungkin saja suami punya alasan yang menyebabkan ia tak ingin lagi mempunyai anak. Semua layak dibicarakan secara terbuka, walaupun ada perbedaan pendapat yang bisa menimbulkan pertengkaran.
Anda harus berusaha untuk membuka hati dan pikirannya untuk bisa mengerti kebutuhan Anda. Carilah waktu dan situasi yang tepat untuk membicarakan hal peka seperti ini. Sering kali dalam kehidupan perkawinan dibutuhkan kompromi untuk bisa mencapai kesepakatan bersama. Di luar semua itu, kecuali adanya ancaman kesehatan atau keterbatasan lainnya yang menutup kemungkinan ini, sepatutnya Anda bisa mendapatkan kebebasan untuk mempunyai anak.
Sedangkan psikolog Monty Satiadarma berpendapat, jika awalnya Anda berdua sudah bersepakat tidak berketurunan dan sekarang Anda menginginkannya, berarti Andalah yang melanggar kesepakatan awal. Hanya dengan pengertian dan kesediaan dari diri suami, harapan Anda mungkin dapat terlaksana, walau tentu hadir tidaknya seorang anak amat bergantung pada kehendak Yang Kuasa.
Saat kesepakatan semula hendak Anda ubah begitu saja, bisa dipahami jika masalah tersebut menimbulkan pertengkaran di antara Anda berdua. Mungkin memang sejak semula ia bersedia hidup bersama dengan Anda tanpa niat berketurunan. Mungkin, jika sejak semula gagasan berketurunan dilontarkan, niatnya untuk bersama Anda justru urung dilakukan.
Coba Anda ingat, apakah kesepakatan tak berketurunan Anda terima karena lebih mengutamakan kebersamaan dengannya? Jika mendadak muncul niat untuk memiliki anak, tentu Anda memiliki alasan tertentu pula. Alasan Anda itu harus bisa Anda kemukakan secara bijak kepada suami. Tetapi, Anda juga tidak bisa memaksakan kehendak atas diri orang lain, apalagi karena kesepakatan awal sudah diambil.(f)