
Karier musik internasional berhasil dimilikinya. Jutaan keping albumnya laris terjual di seluruh dunia. Nama Anggun pun menjadi jaminan sebagai penyanyi berkualitas. Namun, di balik sejumlah pencapaiannya yang gemilang itu, Anggun memiliki mimpi sederhana, yakni menghabiskan banyak waktu bersama keluarga tercinta.
ANTARA PARIS & JAKARTA
Siang itu Anggun terlihat cantik dalam balutan gaun rancangan desainer Jepang kelahiran Amerika, Tadashi Shoji. Hari itu, ia memang meluangkan waktu khusus untuk sesi pemotretan bersama femina. Di tengah hiruk pikuk pemotretan, Anggun bersemangat menceritakan rekaman perjuangannya memboyong karier musiknya dari Jakarta ke panggung internasional.
“Banyak yang mencemooh dan meremehkan keputusan saya saat itu. Ada juga yang menyayangkan. Tetapi, kita hidup kan untuk diri sendiri. Suka atau duka, yang merasakan juga bukan orang lain, tapi kita sendiri,” tutur Anggun, mengenang perjalanan awal kariernya dulu.
Meski demikian, Anggun memilih menutup mata, telinga, dan tetap fokus memperjuangkan cita-citanya menjadi penyanyi internasional. Sukses menelurkan sejumlah album rock di usia remaja dan meraih beragam penghargaan, tahun 1994 Anggun justru memutuskan meninggalkan Indonesia. Padahal, di usianya yang baru menginjak 21 tahun itu Anggun sudah menelurkan lima album yang laris di pasaran, yaitu Dunia Aku punya, Anak Putih Abu-Abu, Tua-Tua Keladi, Nocturno, dan Anggun C. Sasmi… Lah!!.
Keputusannya untuk mengejar ketenaran di dunia musik internasional terbilang berani. Terlebih lagi, ia masih sangat muda dan berpotensi mengembangkan karier menyanyinya di tanah air. “Karier saya di Indonesia saat itu sedang bagus-bagusnya, Segala sesuatunya menjadi mudah. Tapi, kondisi ini justru membuat kreativitas saya mati. Saya ingin diberi tantangan baru agar rasa cinta dan motivasi bermusik tetap hidup,” tutur wanita penggemar Freddie Mercury ini.
Saat itu, tahun 1990-an, belum banyak orang Asia yang bisa menembus panggung musik internasional. Tak mengherankan, banyak kalangan musikus ataupun penyanyi di tanah air yang meremehkan mimpi Anggun. “Sekarang, mereka mungkin akan berpikir ulang untuk mencemooh saya,” cetus Anggun, tersenyum.
Menjalani masa awal hidup di Eropa dengan berbekal pengalaman bermusik di tingkat internasional yang minim, sempat membuat Anggun terpuruk. Sedikit yang tahu bahwa sebelum ke Prancis, ia sempat menjajal peruntungan di Inggris selama setahun. Ia ingat, harus berulang kali menghadapi penolakan saat menawarkan contoh musik dan lagunya kepada para produser, atau ketika harus menyanyi di pub-pub.
Sadar kariernya tak berkembang di Inggris, ia lalu pindah ke Paris, yang akhirnya memberikan jalan bagi Anggun untuk mewujudkan mimpi. Di sana pula Anggun bertemu Erick Benzi, salah satu produser kenamaan di Prancis, yang terpikat pada keunikan vokalnya. Erick kemudian menawari Anggun rekaman album pada tahun 1996, dengan syarat: menguasai bahasa Prancis.
Mimpi Anggun memang tinggal selangkah lagi. Namun, pada kenyataannya, ia harus menghadapi kendala bahasa yang nyaris membuatnya menyerah. “Kenjelimetan tata bahasa dan pengucapannya sulit sekali dipelajari. Saya hampir putus asa. Tetapi, saya tetap bertahan, karena itulah satu-satunya jalan untuk bisa merilis album internasional,” jelas wanita yang juga piawai menari Bali ini.
Dengan jurus autodidak, Anggun mulai menggenjot kemampuan bahasa lokalnya dengan mempraktikkan percakapan, menonton berita, hingga melahap buku-buku dalam bahasa Prancis.
“Saya termotivasi oleh pesan almarhum ayah saya, Darto Singo, untuk selalu meluangkan waktu membaca buku,” tambah Anggun, tersenyum.
Tahun 1997, Anggun akhirnya merilis album berbahasa Prancis, Au Nom de La Lune, dengan single andalan La Niege Au Sahara. Album itu juga dibuat versi internasionalnya, bertajuk Snow on The Sahara, yang terjual lebih dari 1,5 juta keping di seluruh dunia. Tak hanya itu, klip lagu Snow on the Sahara juga diputar di stasiun TV di Benua Eropa, Amerika, juga Asia.
Pencapaiannya itu membuat nama Anggun dinominasikan sebagai Pendatang Baru Terbaik dalam Victories de la Musique 1997, yang merupakan penghargaan tertinggi bagi industri musik Prancis. Anggun juga berhasil menorehkan sejarah, sebagai penyanyi berkebangsaan Indonesia pertama yang menembus tangga lagu Billboard di Inggris. Segala prestasi yang diukir Anggun itu membuatnya dianugerahi penghargaan bergengsi Chevalier des Arts et Lettres oleh pemerintah Prancis.(RIZKA AZIZAH)