Foto: Fotosearch
Misalnya, di suatu daerah ada 100 anak usia balita. Untuk mencegah penyebaran penularan wabah difteri, cukup 80 – 90 anak saja yang diimunisasi, tidak perlu ke-100 anak. “Sebab, dengan mayoritas anak sudah dilindungi vaksin, dianggap anak-anak lainnya pun akan aman dari penyebaran penyakit difteri. Istilahnya, mereka sudah mendapatkan herd immunity,” jelas dokter yang akrab disapa dr. Apin ini.
Jika ada anak atau seseorang yang merasa mendapat dampak negatif dari vaksin, ada beberapa faktor yang perlu dicek.
Pertama adalah kelengkapan status imunisasinya. Meski sudah mendapatkan imunisasi dasar yang komplet, pemberian vaksin booster penting untuk menyempurnakan kekebalan tubuh spesifik terhadap penyakit tertentu. Kemudian kesehatan, gaya hidup, dan asupan nutrisinya. Dan yang terakhir adalah kondisi vaksin yang diberikan.
Kedua, kondisi vaksin yang diberikan bisa dipengaruhi oleh sistem penyimpanan dingin yang tidak sesuai aturan. Akibatnya, vaksin menjadi cacat dan tidak dapat memberikan perlindungan maksimal. Dokter Arifianto lalu menambahkan, memang ada kemungkinan seseorang yang sudah divaksin tetap dapat menderita penyakit tertentu. Misalnya, seorang anak yang sudah diberi vaksin MMR tetap bisa terkena penyakit campak. “Hanya, sakit campaknya tidak berat, tidak sampai sesak napas, pneumonia, radang otak, atau berujung kematian,” ungkap dr. Arifianto. (f)