Berada dalam lingkungan atau komunitas yang terbuka mengenai operasi plastik bisa menjadi pendorong seseorang untuk tertarik dan ikut melakukannya. Menurut pengamatan Fayanisa, psikolog remaja dan dewasa dari Psychological Practice, umumnya keluarga memiliki peranan yang signifikan dalam membangun sikap anak untuk mempersepsikan dirinya.
“Maka, ketika seorang ibu memberikan perhatian yang tinggi pada penampilannya, anak bisa saja meniru,” katanya. Hal inilah yang terjadi dalam hubungan ibu-anak yang ingin memperbaiki penampilannya dengan operasi plastik.
Kenyataan ini diakui pula oleh Renny Sutiyoso, Clinic Director BeYouTiful Esthetic, Jakarta. Menurutnya, sejak dibuka 1,5 tahun lalu, perkembangan jumlah pasien di kliniknya terus meningkat. T
Konsep kecantikan tidak pernah sama. Begitu pula, kecantikan ideal di tiap daerah, berbeda-beda dan selalu berubah-ubah. Tapi, menurut dr. Aji, ada standar umum yang dipersepsikan tidak berubah, yakni hidung mancung dengan garis hidung yang ramping, bibir yang agak tebal, dagu yang ramping dan panjang sehingga membuat wajah lebih tirus. “Standar cantik itu biasanya mereka dapatkan lewat referensi dari majalah. Mereka umumnya merujuk pada bentuk hidung, dagu, atau tubuh selebritas terkenal,” papar dr. Aji.
Menurut pengamatan Renny, di klinik miliknya, pasien yang datang tak sedikit yang berusia muda. “Sekarang ini pengetahuan makin bertambah, teknologi makin berkembang. Orang makin open minded, sehingga banyak ibu-ibu yang juga membawa anak mereka untuk operasi. Teknik operasi plastik pun makin singkat dan tidak menakutkan lagi bagi anak muda,” katanya. Di kliniknya sendiri, ada ketentuan bahwa anak remaja yang melakukan operasi harus mendapatkan pendampingan dari orang tuanya.
“Kalau pasien muda, umumnya tertarik pada rhinoplasty, operasi membentuk hidung, dan cheek fat pad removal (operasi meniruskan pipi). Sedangkan wanita dewasa, lebih memilih perawatan seperti botox,” ungkap Renny. (Faunda Liswijayanti)