Kebutuhan ini juga yang dikejar oleh Rieni, guru di SD Mentari. Ia tidak hanya bertujuan merangsang suasana belajar yang lebih interaktif dan menyenangkan bagi murid-muridnya, tapi juga berusaha membangun koneksi antara teori dengan aktivitas murid di dunia digital. “Saya merasa pelajaran bahasa Indonesia akan sangat menarik bila dilakukan secara visual dan konkret,” ungkap guru kelas enam SD yang telah mengadopsi teknologi TIK sejak empat tahun kebelakang ini. Misalnya, pada saat belajar tentang watak, alur cerita, dan tokoh, maka ibu guru bahasa Indonesia ini memilih sebuah cerita untuk secara kreatif diterjemahkan ulang dalam bentuk pentas drama di muka kelas.
Tidak hanya berdialog, melalui kerja tim yang kompak, mereka berhasil memilih background gambar, video, dan backsound yang mampu membawa teman-temannya ‘masuk’ ke istana yang megah, atau ‘menikmati’ keteduhan kanopi pepohonan hutan dengan suara kicau burungnya, hanya dengan duduk di dalam kelas!
“Sekarang kami juga tidak perlu membunuh hewan, seperti katak, hanya untuk mempelajari organ bagian dalamnya,” ungkap Wijaya Kusumah, tentang pelajaran biologi melalui kelas virtual bersama murid-muridnya di SMP Labschool, Jakarta. Selain ramah lingkungan, dengan kualitas video yang bagus, maka murid bisa belajar dengan lebih baik. “Masih kurang jelas? Cukup ‘klik’,” ungkap pria yang telah mengadopsi TIK dalam proses belajar-mengajar sejak tahun 2005 ini.
Bicara soal sejauh apa pemanfaatan teknologi digital dalam proses pendidikan, Agus mengatakan bahwa semua itu bergantung pada seberapa besar keinginan para guru untuk memacu diri. Dalam hal ini, menurut Agus, ada dua tipe guru. Tipe pertama adalah guru yang tidak paham tentang pernik produk ICT, tapi mau menggunakan. Tipe ini biasanya adalah para guru senior.
Tipe kedua adalah guru dengan pengalaman karier 5-10 tahun yang sudah cukup terbuka untuk menggunakan, tapi perlu pengenalan lebih lanjut. “Mereka ini biasanya baru sampai tahap sebagai penikmat,” jelas Agus.
Sebenarnya, saat ini sudah ada banyak referensi situs di internet yang bisa menjadi pijakan awal mereka dalam membekali diri (baca boks: Referensi ‘Klik’ untuk Guru). Melalui situs-situs pendidikan ini, para guru bisa aktif mengeksplorasi bahan ajar, memilihnya, bahkan mengembangkan bahan ajar yang telah mereka punyai.
“Tidak hanya itu, aktif di sini juga dalam artian para guru bisa ikut memproduksi bahan ajar mereka, misalnya dalam bentuk presentasi-presentasi yang di-share di internet. Jadi, guru-guru yang berkunjung ke situs itu bisa mengadopsinya,” papar Agus. Bahkan, lebih dari itu, dengan membagikan materi ajar, mereka bisa mendapatkan masukan membangun dari guru-guru lain yang mengaksesnya. (f)