Trending Topic
Jujur Saja

19 Feb 2014

Membentuk sebuah citra diri terkadang perlu waktu panjang, tidak bisa dilakukan hanya satu atau dua kali kesempatan. Sama seperti saat seorang mengiklankan produk di masyarakat, pencitraan adalah sebuah proses yang terus-menerus dan tidak pernah berhenti.

“Kita perlu memahami bagaimana mengontrol kesan yang ditangkap orang lain terhadap diri kita. Bila tanpa kontrol, berarti penilaian terhadap diri kita diserahkan kepada orang lain yang belum tentu sesuai harapan kita,” ujar Amalia E.Maulana, Brand Consultant & Ethographer. Kesan yang ditangkap orang pada kita adalah hasil akumulasi dari hal yang dirasakan dan diingat orang tentang Anda. Baik itu melalui interaksi langsung maupun tidak langsung.

Interaksi langsung bisa saja lewat arisan, pengajian, acara keluarga, business meeting, seminar, dan sebagainya. Saat berinteraksi, secara langsung terjadi penilaian terhadap apa saja yang berhubungan dengan Anda, dari sikap, gestur, apa yang dikenakan (baju, aksesori beserta perlengkapannya), hingga cara komunikasi verbal (pemilihan kata, intonasi, gaya bahasa, cara penyampaiannya, dan lain-lain).
   
mengekspresikan diri secara langsung inilah penggunaan bahasa akan jadi indikator, siapakah orang tersebut. Penggunaan bahasa yang tercampur antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris bisa jadi merupakan hal yang biasa pada saat business meeting atau dalam sebuah seminar, karena dalam komunitas bisnis itu sudah menjadi ‘bahasa’ bersama. Tetapi, apabila penggunaan bahasa Inggris terlalu dipaksakan dan digunakan  dalam komunitas yang tidak tepat, belum tentu hal ini bisa diterima.

Di acara arisan kompleks dan   pengajian  misalnya, penggunaan bahasa yang tidak tepat membuat seseorang mendapat ‘tanda khusus’. Bisa jadi mereka dinilai  ‘sok intelek’, ‘sok pintar’, atau penilaian negatif lainnya. Yang harus dilihat adalah kesesuaian antara gaya bahasa dengan ekspektasi lawan bicara.
Advertisement

Kesan tentang seseorang juga bisa dibentuk dari interaksi secara tak langsung, misalnya pada saat berkomunikasi via telepon, media sosial (menulis di blog, posting di Facebook dan Twitter, upload foto di Instagram, dan lain-lain). Menurut Amalia, saat ini media sosial merupakan media yang efektif untuk membina citra diri. Anda tetap bisa menunjukkan kesuksesan secara tidak berlebihan, di tempat yang tepat.

Misalnya, Facebook digunakan untuk menampilkan foto kegiatan. Instagram digunakan untuk posting foto-foto keseharian. Yang harus diperhatikan adalah kalimat yang mengantarkan foto-foto tersebut, dan frekuensinya. Jika posting tersebut sudah diantarkan dengan gaya bahasa yang terkesan menyombongkan diri, dan dengan frekuensi yang berlebihan, kesan yang timbul justru negatif. Itu sebabnya, kini banyak digelar pelatihan untuk membantu seseorang lebih bijaksana dan terarah dalam menggunakan media sosial.

Jadi, apakah sesulit itu membentuk citra diri? Tidak juga. Tampilkan saja kekuatan diri Anda sendiri secara alamiah, apa adanya, tidak perlu menggunakan ‘label’ orang lain, baik itu dalam berpakaian maupun bertutur kata. Kegiatan menampilkan diri sendiri ini justru membuat seseorang mudah membentuk citra diri dan pada akhirnya menjadi cemerlang di mata orang lain.

Dan, yang tak kalah penting, tetap relevan dengan lawan bicara dan lingkungan di mana Anda berada. Di komunitas ilmiah, gunakan bahasa  ilmiah. Di komunitas yang informal dan cair, ganti gaya bahasanya, sesuaikan dengan lawan bicara. Meningkatkan rasa percaya diri dengan cara melebih-lebihkan gaya bicara, gaya berpakaian dan sebagainya akan terkesan tidak tulus. Orang lain yang merasakan hal tersebut justru tidak merasa nyaman dan akan menghindar. Dalam jangka panjang, orang pun akan menjauh. Tentu Anda tidak mau mengalami hal ini, bukan?




 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?