Health & Diet
Jangan Over Kontrol

30 Oct 2013


Inginnya, sih, hidup lebih sehat. Anda jadi berencana memangkas semua asupan makanan yang dirasa kurang sehat. Bahkan, tidak sedikit orang lebih memilih memasak makanannya sendiri agar bisa menjamin kualitas makanan yang dikonsumsinya. Mau pergi makan di restoran pun harus hati-hati memilih jenis restoran dan makanan yang disajikan. Menurut dr. Samuel Oentoro M.S., SpGK, ini hal yang sangat wajar karena mengubah pola makan butuh perjuangan yang berat.
   
“Misalnya, orang yang terbiasa mengonsumsi makanan tinggi glukosa, ketika ia memangkas asupan glukosa dari dietnya, ia akan merasa pusing-pusing, lemas, dan tidak bertenaga. Bukan hal yang mudah untuk bisa bertahan dan memaksa tubuh membiasakan diri dengan perubahan itu,” komentar dr. Samuel.

Apalagi ketika seseorang sudah terbiasa makan makanan yang sehat, sekali saja ia mengonsumsi makanan yang tidak sehat, tubuhnya akan memberi reaksi yang tidak mengenakkan, seperti pusing hingga mual. “Jadi, tubuh akan menolak secara otomatis. Sehingga, orang tersebut akan enggan untuk menyentuh makanan yang tidak sehat,” lanjutnya.

Memang, banyak metode yang orang lakukan untuk menjalani pola makan sehat, mulai dari pemilihan bahan makanan, organik atau tidak, tingkat indeks glikemiknya, kandungan gluten, hingga teknik pengolahannya. Tak sedikit di antara mereka yang menolak sama sekali mengonsumsi makanan yang tidak mengikuti kaidah metode makan sehat yang mereka anut. Yang lebih ekstrem lagi, dengan kemajuan teknologi, kini Anda bisa memantau asupan kalori yang Anda konsumsi  tiap harinya lewat aplikasi di ponsel pintar.

Namun sayangnya, Anda tidak bisa selalu mengontrol semua hal dalam hidup Anda, termasuk makanan. Mungkin saja seseorang yang sudah mengadopsi pola makan sehat menghadapi kondisi-kondisi yang tidak memberi pilihan makanan sehat versi dia. Memang, pilihan terbaik adalah memilih makanan yang tersehat dari yang ada. Seseorang yang menderita fanatisme makanan sehat mungkin akan memilih  untuk tidak makan sama sekali.

Advertisement
“Pemikiran itu sangat keliru. Terlalu ketat mengontrol pola makan Anda juga bisa berdampak tidak baik,” tegas dr. Samuel. Menurutnya, ketika kebiasaan pola makan sehat sudah terbentuk, metabolisme tubuh kita pun membaik. Jadi, ketika tubuh diberi makanan yang tidak sehat, secara otomatis tubuh akan melakukan detoksifikasi yang menetralisasi zat-zat yang tidak menyehatkan itu.

Tak sekadar sehat atau menghitung jumlah kalori makanan yang Anda konsumsi, yang perlu diingat pola makan sehari-hari harus tetap memenuhi kebutuhan nutrisi penting, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Makanan yang menjadi sumber nutrisi dan cara pengolahan  yang baik itulah yang perlu diperhatikan.

“Jangan sampai, karena tidak ingin mengonsumsi makanan yang digoreng, Anda melewatkan asupan protein Anda, padahal mungkin yang tersaji saat itu hanyalah ayam goreng. Tidak apa-apa jika Anda tidak ingin mengonsumsi jenis makanan tertentu, asalkan tubuh tetap mendapat nutrisi yang dibutuhkan dari makanan penggantinya,” jelas dr. Samuel.

Ia lalu memberi contoh.Jika seorang vegan tidak ingin mengonsumsi protein hewani, maka ia perlu mengonsumsi 5 porsi dari 5 jenis kacang-kacangan. Demikian juga orang yang tak ingin mengonsumsi nasi. Pastikan saja bahwa ia mendapatkan pengganti karbohidrat kompleks dari sayur dan buah, seperti kentang, singkong, jagung, wortel, pisang, atau mangga.

Secara psikologis,  kata dr. Samuel, otak dan tubuh kita butuh waktu 8 hingga 12 minggu untuk mengadopsi makanan baru. Jadi, sesekali saja mengonsumsi makanan yang tidak sehat, tidak akan menjerumuskan Anda pada pola makan yang tidak sehat. (f)




 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?