Penasaran ingin mengenal lebih jauh, Max mengunjungi Happy di Jakarta. “Ternyata, orangnya enak diajak ngobrol karena punya pengetahuan luas,” jelas Happy, yang mulai membuka hatinya bagi pria keturunan raja Ubud tersebut.
Setelah empat tahun bersama, keduanya menikah Oktober 2010 lewat prosesi meriah yang diadakan di Bali, Jawa Barat, dan Australia. Masuk ke dalam lingkungan kerajaan dengan aturan adat kuat seperti di Bali, tak membuat Happy kikuk. “Saya menganggapnya sebagai proses pembelajaran dan sangat menghargai perbedaan budaya kami. Lagi pula, saya tetap bisa berkarier, walau sudah menjadi istri,” ungkap wanita yang setelah menikah diberi nama Jero Happy Salma Wanasari oleh keluarga kerajaan Ubud, ini.
Soal karier dan kewajiban inilah yang sempat menjadi kekhawatiran Happy. Tapi, menurut Max, perkawinan bukanlah penjara. Menyandang status nyonya tidak membuat istrinya harus selalu berada di rumah. Kewajiban melayani suami, seperti memasak atau menyiapkan pakaian, juga tidak dia ributkan. “Soal masak, saya bisa melakukan sendiri,” ujar Max, yang salah satu bisnisnya adalah restoran.
Walau begitu, menjadi pengantin baru tetap menyimpan kejutan. Apalagi pribadi keduanya bertolak belakang. Happy mengakui dirinya dikenal sebagai ‘miss repot’. Segala sesuatu harus dipersiapkan hingga serinci mungkin. Sebaliknya, Max cenderung spontan dan lebih mengandalkan insting. Max biasa melakukan sesuatu di saat-saat terakhir.
Saat hendak berangkat liburan, Happy sudah merinci daftar packing jauh-jauh hari. Jadwal bepergian juga sudah di tangan. Namun, dengan santai Max malah menyembunyikan kertas itinerary yang ia buat. Menurut pria yang juga menekuni fotografi ini, traveling cukup dijalani dengan feeling. Tersesat adalah bagian petualangan. “Ternyata, saya memang bisa lebih santai menikmati perjalanan, walau awalnya senewen. Lucunya, karena terlalu mengandalkan daftar packing, barang saya malah ada yang ketinggalan, sedangkan dia yang santai justru baik-baik saja,” kata Happy.
Tak hanya urusan kepribadian, aktivitas yang mereka sukai juga berbeda. Max penyuka olahraga outdoor, seperti hiking, surfing, atau diving, sedangkan Happy lebih senang membaca buku atau menonton pembacaan puisi. Lantas, bagaimana menyatukannya? Menurut Happy, rahasia cinta mereka terletak pada sikap saling menerima. “Tak ada paksaan pasangan harus punya minat sama. Justru saya sering membiarkan ia menikmati waktunya sendiri. Entah untuk hobi atau boys night out,” ujarnya. Begitu juga dengan Happy, sering kali ia datang sendiri ke acara seni tanpa didampingi suami.
Meski terkesan memiliki dunianya masing-masing, keduanya sepakat mengutamakan pernikahan mereka. Ini membuat Happy lebih selektif dalam bekerja. “Ada seseorang untuk berbagi, membuat saya tidak asal ambil tawaran seperti dulu. Sebab, saya ingin kualitas waktu bersama suami tetap terjaga,“ ungkap wanita yang kini berdomisili di Bali
Di mata Happy, Max adalah sosok istimewa karena selalu bisa melihat sisi positif dari diri Happy. “Saat saya merasa tidak percaya diri, dia selalu bisa membangkitkan mood. Misal, ketika saya salah kostum di sebuah acara formal, dia menggandeng erat tangan saya dan membuat saya tetap merasa menarik,” ungkapnya, sumringah.
Niken Wastu Mahestri (Kontributor - Jakarta)
Baca juga:
Eva: Cristian Gonzales, Suami yang Lembut