Foto: 123RF
Memiliki suami yang punya banyak kelebihan tentunya jadi anugerah yang pantas untuk disyukuri. Namun’ kesempurnaan’ dirinya juga seharusnya bisa memacu kita untuk mendorong diri menjadi pasangan yang sepadan, tanpa kehilangan jati diri. Pasangan berikut mengisahkan pada femina seperti apa perjuangan yang mereka lakukan sebagai pasangan Mr. Perfect.
Elizabeth Theresita Primo, 34, Karyawan di Ann Taylor LOFT, New Jersey.
Partner Bertumbuh Bersama
Bagi saya, Rich Primo (41) adalah terjemahan nyata dari Mr. Perfect. Tidak hanya baik hati, romantis, dan tampan, tapi Rich bisa menjadi suami sekaligus pembimbing rohani bagi saya. Sebuah acara pelayanan gereja mempertemukan kami. Sebagai misionaris dari Amerika, Rich yang aktif di pelayanan gereja dan misi kemanusiaan menjadi pembicara di acara retreat gereja kami. Saat itu saya diminta gereja membantunya menjadi penerjemah.
Namun, di luar segala hal yang sangat saya syukuri ini, tantangan kami sebagai keluarga cukup besar. Hidup di Amerika dan membesarkan empat buah hati kami, Jessica (10), Joshua (8), David (6), dan Alleyah (3) bukan hal yang mudah. Perbedaan latar belakang budaya sebagai pasangan beda bangsa juga cukup kompleks. Namun, yang terberat bagi saya adalah bagaimana bisa menjadi pasangan yang sepadan bagi Rich dan membangun keluarga Kristen yang sempurna.
Sebagai seorang pelayan rohani, tugas dan tanggung jawab Rich sangat besar. Selain mengajar Sunday School, ia juga mengajari kemandirian pada anak-anak autis sebagai Behaviour Interventionist. Padahal kesibukannya mengurusi bisnisnya sebagai Kontraktor sudah cukup menyita waktu. Saya harus memosisikan diri sebagai seorang pendamping dan penolong yang sepadan.
Kalau mau, saya bisa saja tetap mengejar impian saya berkarier sebagai jurnalis TV. Saya punya bekal ilmu dan keterampilan yang cukup untuk itu. Namun, di saat yang sama, ada peran lain yang harus saya jalankan, agar rumah tangga kami tidak berantakan. Dengan kesadaran penuh, saya pun memilih untuk menjadi stay at home mom. Pada akhirnya, pilihan inipun adalah karier full time yang sangat menuntut dedikasi tinggi. Tidak hanya bertanggung jawab penuh dalam mengelola urusan domestik, tapi ada empat buah hati kami yang membutuhkan bimbingan dan teladan dalam keseharian.
Pastinya, sebagai istri seorang pelayan Tuhan, saya harus menjadi figur contoh yang baik juga di mata lingkungan. Untungnya kematangan rohani saya pun bisa dibilang setara dengan suami, sejak sebelum bertemu dengannya. Sebisa mungkin saya terlibat dalam mendampingi pelayanan Rich. Meski saya tidak bisa banyak ‘bergerak’ dan tampil di ‘panggung’ karena harus mengurus anak-anak yang masih kecil seorang diri, tapi saya selalu mendorong motivasinya untuk bisa berkarya dan jadi berkat bagi banyak orang.
Saat ini kami sedang dalam proses mengeluarkan album rohani pertama kami. Saya sampai mencuri waktu untuk latihan vokal di tengah kesibukan mengurus 4 anak agar bisa mendampingi Rich berduet dalam album ini. Saya juga rela mengambil pekerjaan paruh waktu, bekerja 4 kali seminggu hingga jam 10 malam, demi bisa membantu suami menabung untuk merealisasikan missionary trip kami sekeluarga ke berbagai negara.
Kata Ahli
Elizabeth Santosa M.Psi, Psi, ACC
Harus Ikhlas Dan Punya Kompetensi Diri
Setiap orang memiliki gambaran idol image yang dibentuk dari berbagai sumber. Hanya saja, kita jangan sampai terpesona lalu lupa bahwa sosok yang ‘sempurna’ itu belum tentu cocok untuk diri kita. Karena manusia sifatnya dinamis, maka tidak menutup kemungkinan, secara naluriah kita juga rentan untuk mencari-cari bentuk kesempurnaan lainnya, mencari seseorang yang bisa cocok memenuhi kebutuhan emosi dan menjadi partner seimbang bukan sekadar ia ganteng, kaya, dipuja banyak orang, atau tipikal ayah yang baik.
Kelanggengan pernikahan juga ditentukan lewat bagaimana pasangan bisa saling beradaptasi dengan perubahan. Jika karier suami melesat, tentunya kita juga harus beradaptasi untuk bisa mengimbanginya. Misalnya dengan memperluas wawasan, dan menjaga penampilan atau perilaku. Atau bisa juga ikut aktif terjun dalam kegiatan-kegiatan yang bisa mendukung karier suami. Yang terpenting, ketika melakukan upgrading itu, harus dilandaskan atas motivasi ingin meningkatkan nilai diri, dan bukan alasannya “demi suami”. Perubahan selayaknya dilakukan secara ikhlas dan sifatnya bukan sebagai pengorbanan.
Seiring dengan melesatnya suami, istri juga harus punya kompetensi diri sendiri yang bisa dibanggakan agar kepercayaan dirinya juga tak tergilas atau bahkan cemburu dengan kesuksesan suami. Jika diri kita sendiri punya eksistensi dan tidak hanya jadi bayang-bayang, tentunya kita akan merasa bahagia dan secure di dalam hubungan.
Sebaliknya, jika kita berdiam diri dan membiarkan diri tertinggal, atau melakukan perubahan tapi tidak disertai keikhlasan, maka kita akan dihantui perasaan destruktif. Cemburu dengan kesuksesan suami, cemburu jika suami dikagumi wanita lain, cemburu ketika suami tidak memberikan perhatian lebih karena sibuk, dan merasa terbebani karena tidak menjadi dirinya sendiri jika adaptasi dilakukan secara terpaksa. Alhasil, kesuksesan suami hanya menjadi batu sandungan bagi ketenangan hati si istri. (f)
Topic
#pasangansempurna