Melalui desain yang diberi judul Order of the East, Ayu ingin menampilkan desain minimalis yang sederhana namun kaya detail. Untuk wastra yang digunakan, Ayu bekerja sama dengan kelompok penenun lokal Sumba Barat. Kain nusantara pun menjadi detail-detail unik pada rancangannya, sehingga bisa tampil ringan dan nyaman dipakai dalam keseharian wanita aktif, sesuai dengan tema LPM 2017 Urban Identity.
Hal inilah yang membuat Ayu terpilih masuk pada 10 besar LPM 2017. Menurut juri, cerita Ayu, mereka melihat dirinya bisa mengolah kain nusantara dalam tampilan yang modern dan basic. Sedangkan, masih jarang desainer yang bisa “memainkan” wastra pada garis rancangan yang basic seperti milik Ayu, kebanyakan sering bermain layering.
Terpilih sebagai Pemenang Favorit LPM 2017 bukan hal yang diduga oleh wanita yang juga pernah bersekolah di Lasalle College Jakarta ini. Baginya, masuk 10 besar sudah jadi kebangaan sendiri. Selain itu, mengikuti LPM 2017 memang sudah cita-citanya sejak mulai bersekolah di bidang desain fashion.
“Sebenarnya mau ikut LPM yang tahun 2013, tapi karena baru sekolah (desain mode) selama setahun, merasa persiapan dan kemampuan belum matang banget. Sedangkan pada tahun 2015, saya masih sekolah di Lasalle College Jakarta dan kesibukan belajar membuat saya sulit fokus membuat desain. Akhirnya, saya mantap tahun 2017 ini harus ikut,” sebut pengagum desainer Lulu Lutfi Labibi dan Friedrich Herman ini. Impian Ayu, dengan mengikuti LPM, dirinya bisa membangun label pakaiannya lebih baik lagi dan bisa kembali ditampilkan di JFW nantinya. Ayu ingin melakukan lebih banyak hal di dunia fashion selain menjual karyanya melalui toko online.
Garis rancangannya tetap akan seperti yang ditampilkan oleh Ayu pada LPM 2017 ini, yaitu membuat desain yang simple, klasik, dan tetap terkesan modern. Dan, tentu, menggunakan wastra Indonesia yang belum terjamah—dari suku-suku lain di Indonesia—di setiap bisnis (produk) yang dijalankan. Lewat brand HET THE LABEL—berasal dari kata heterogen, Ayu ingin menunjukkan kekayaan wastra Indonesia sekaligus membantu perajin lokal dalam melestarikan warisan budaya.
Wawasan tentang membangun brand ini yang didapat Ayu dari kompetisi LPM. Para juri, sebut Ayu lagi, memberinya banyak saran mengenai perencanaan dan pengembangan bisnis, seperti dalam hal menentukan dan menjabarkan kembali faktor-faktor soal harga karyanya nanti.
“Para juri menyebutkan bahwa harga yang saya patok terlalu tinggi. Tapi, mereka juga memberi saran bahwa saya sebenarnya bisa membuat motif sendiri, lalu dibuat oleh penenun lokal dan motif tersebut dipatenkan sebagai karya saya. Ini berguna bagi kemajuan saya ke depannya,” tutur Ayu lagi.
Bukan hanya dari juri, Ayu pun belajar dari para finalis lain yang dilihatnya bisa cerdas memainkan pola. Menjadi pemenang memang tidak membuat Ayu merasa lebih hebat, justru dirinya makin tertantang untuk terus belajar mengembangkan karya dan bisnisnya di masa yang akan datang.(f)
Baca juga:
- Astika Suprapto, Pemenang Pertama Lomba Perancang Mode 2017, Rindu Merilis Label Sendiri
- Caramia Sitompul, Pemenang II Lomba Perancang Mode 2017, Ingin Berbagi Kebahagian Lewat Fashion
- Anthony Tandiyono, Pemenang III Lomba Perancang Mode 2017, Mendapat Platform Bisnis Baru
Topic
#LPM2017