Foto: Freepik
“Pian munjunkah, Mang?” (memancing, Paman?),” ujarnya, dalam bahasa Banjar.
Mereka meminta senar, mata pancing dan umpan. Karena satu hobi, kelima lelaki itu cepat akrab.
Tak ingin kesepian, kupanggil anak yang satunya lagi. “Hei, sini! Anak perempuan jangan panas-panasan. Nanti kulitnya gosong!” kataku, mulai cerewet khas ibu-ibu.
Belakangan aku tahu, namanya Meli. Ia memakai T-shirt lusuh dan rok yang sudah kependekan. Kulitnya kusam, rambutnya merah dan bercabang.
Melihat anak kecil, jiwa keibuanku muncul. Kusisir rambutnya. Ya, ampuuun.... banyak kutunya!
Sepulang memancing, kuceritakan hal tersebut kepada suami. Kami berinisiatif membelikan alat tulis, perlengkapan mandi, dan obat kutu untuk si kecil Meli. Minggu depannya, aku semangat ikut ke pantai. Kami mampir ke rumah bilik yang ditempati Meli bersama kakek dan neneknya.
Sengaja aku serahkan langsung alat tulis itu agar teman-temannya tidak iri. Saat tiba di pantai, ternyata anak-anak pantai itu sudah menunggu. Menyadari kami datang, mereka berlarian sambil berteriak, “Amaaaang… Aciiiil… (Paman… Bibi…)!”
Kue spesial yang kubuat subuh tadi, langsung disantap bersama. Rasanya senang. Setelah perut mereka terisi, anak laki-laki langsung memancing, sedangkan Meli duduk di pangkuanku. Kuoles obat kutu di rambutnya, Berharap kepalanya akan segera terbebas dari rasa gatal yang pasti sangat mengganggu itu.
Aku berbisik, “Tadi Acil dan Amang bawain buku dan pensil untuk sekolah.”
“Iyakah, Cil? Makasih lah.” Matanya berbinar.
Aku mengangguk. “Meli mau jadi apa kalau besar nanti?”
Berharap ia bisa meraih cita-cita. Entah jadi dokter, guru, atau apa pun itu. “Mmm… mau jadi orang baik seperti Pian.” Rasa haru menggelayut…. (f)
***
Kirimkan Gado-Gado Anda maksimal tulisan sepanjang tiga halaman folio, ketik 2 spasi.
Nama tokoh dan tempat kejadian boleh fiktif.
Kirim melalui e-mail: kontak@femina.co.id atau pos, tuliskan di kiri atas amplop: Gado-Gado
Topic
#fiksifemina, #gadogado