Di hari pertama Neng Tina memasak, sudah terjadi perubahan.
“Di mana kamu, Cherie,” seru suaminya sambil menutup pintu kembali.
Yustina belum sempat keluar menyongsong, dia hanya menjawab dari dapur.
“Sebentar, Cheri. Aku cuci tangan dulu.”
Keduanya saling memanggil dengan kata Sayang dalam bahasa Prancis, sehingga nama mereka tidak pernah lagi diucapkan.
Yustina mendekati suaminya, meminta direngkuh kedalam pelukan.
“Uhhh, baumu bumbu-bumbu!” seru Erik sambil menolakkan kepala istrinya, memandang dari jarak tiga puluh senti dan meneruskan: “Aku seharian tidak melihatmu! Kalau bertemu, inginku menciumimu seluruh tubuh. Tapi jangan berbau seperti ini!”
Hari kedua, Yustina tanggap. Sebelum pukul lima, dia sudah mandi dan bersolek ringan. Lebih-lebih yang paling penting, Erik tidak suka mencium bibir istrinya bila dipolesi gincu. Dia juga tidak boleh mengenakan celana panjang, karena gaun lebih terbuka untuk belaian dan jangkauan.
Masa mengandung tidak mengurangi waktu percumbuan. Hanya caranya saja yang berbeda. Erik tahu menata dan mengarahkan istrinya hingga mencapai ujung perjalanan yang melelahkan namun memberi kepuasan.
Di tahun ketiga perkawinan, walaupun dibantu oleh seorang pengasuh anak khusus berijazah negara, Yustina benar-benar bosan tinggal di rumah. Dasarnya dia memang tidak pernah suka anak-anak. Tetapi anaknya lucu, perempuan. Pas untuk dijadikan boneka. Kunjungan saudara dan teman dari Indonesia tidak berkeputusan menyebabkan Yustina semakin jarang tinggal di rumah seharian. Maka sekali-sekali menggendong dan mencium anaknya membikin dia lupa pahit getirnya orang berumah tangga.
Kini dia sudah merasakan ketidaknyamanan hidup bersama Erik.
Baru tahun lalu suaminya itu mencapai usia yang berkepala tiga, tetapi kini perutnya buncit. Dahi yang dulu terlindung oleh rambut pirang, sekarang kelihatan menonjol telanjang sehingga nampak terlalu lebar. Itu semua membikin rusak garis-garis harmonis yang dulu menyebabkan Yustina tertarik kepadanya.
Perut gendut menandakan kemapanan.
“Biar saja!” kata ibu Erik. “Itu tandanya kamu memberinya makanan enak-enak, dapurmu terus berasap. Laki-laki boleh gemuk. Tapi kita perempuan harus menjaga daya tarik kita supaya suami tidak melirik ke arah lain.”
Yustina beruntung mempunyai waktu menjadi anggota klub kebugaran di gedung, tidak jauh dari apartemennya. Maka dia langsing dan berotot. Sedangkan Erik hanya mempunyai waktu hari Sabtu untuk ke sauna di tempat yang sama. Jika dia kehilangan satu kilo karena berpeluh dan energinya terisap kolam renang, keluar dari sana, dia minum-minum dan makan semaunya di restoran mewah.
Yustina tidak mendapatkan kegairahan bercinta lagi dari suaminya.
Tidak ada lagi belaian memanaskan yang begitu disukai Yustina. Tahap awal sekarang dihilangkan, langsung saja Yustina dipaksa suaminya ke tengah perjalanan. Dulu mereka berdua berjalan ibarat bergandengan, perlahan, selalu seirama. Selangkah demi selangkah hingga sampai pada taraf kecepatan yang dipadu untuk berdua. Inilah yang disukai Yustina. Tapi kini itu sudah menguap entah kemana. Tidak dibisikkan lagi kata-kata lembut,atau panggilan-panggilan kesayangan.
Tidak hanya itu yang membuat Yustina kecewa berumah tangga.
Topic
#fiksi, #cerpen, #NHDini