Fiction
Cerpen: Wanita Siam

7 Dec 2018


Angin yang membawa gerimis menampar mukaku. Dengan menyusuri jalan yang besar aku akhirnya membelok ke kiri. Gedung-gedung bioskop dan opera Tionghoa berjejeran dengan hotel-hotel kelas rendahan. Agak jauh, kelenteng yang beratap aneka warna kelihatan menjulang. Aku mulai menghitung jalan-jalan kecil beraspal yang terdapat di sebelah kananku. Menurut keterangan Ba-Thaung, alamat yang kucari tidak jauh dari sana. 

Lalu aku masuk ke kampung. Di dalamnnya kelihatan sudah lama tidak diperbaiki, disana-sini aspalnya hampir menghilang sama sekali. Dengan tertunduk-tunduk menghindari lubang-lubang yang tergenang air, aku mencocokkan nomor rumah. Jauh dari mulut kampung, akhirnya aku menemukan nomor yang kucari. 

Aku berhenti. Rumahnya biru muda. Nampak lebih bersih dan berbeda dengan sekelilingnya. 

Kembali aku ragu-ragu. Akan masuk? 

Belum kusadari keputusan mana yang hendak kuambil, kakiku telah sampai di ambang teras. Bersamaan dengan itu seorang perempuan berumur muncul dari pintu dalam, menanyaiku dengan bahasanya. Aku sebentar tertegun, tetapi segera menyahut dalam bahasa Inggris.

"Tuan Mahadi ada?“ 

Perempuan itu menatapku sebentar, kemudian menghilang ke dalam. 

Aku meneliti sekelilingku. Pendapa kecil yang berteras dihiasi dengan tumbuhan, amat sepadan. Di pojok ada sepasang meja dan kursi-kursi rotan sederhana dan manis, seakan mengundang untuk bercanda di sana. Tepat ditengahnya terdapat tanaman air yang berdaun lembut, menurun dengan gaya yang lentik. 
Advertisement

”Akhirnya Anda datang, " kudengar suara yang lembut berbahasa Inggris.  

Aku menoleh. 

Seorang wanita muda mengulurkan tangannya kepadaku. Aku selintas mengamati wajah dan tubuhnya, lalu menjabat salamnya. Agak lama tanganku dipegangnya, lalu dia menyilakanku duduk. Kursi yang kukagumi kesederhanaan serta kemanisan bentuknya kini juga kurasakan betapa tepatnya untuk diduduki. 

Tak tahu bagaimana mesti membuka percakapan, dengan kaku aku melanjutkan mengamati wanita di depanku. Ia menurutiku duduk, membetulkan sarungnya. Lalu mengangkat wajah untuk menentang pandanganku.

"Kami menunggu-nunggu dengan tidak sabar. Dua bulan ini kami mengirim kembang ke lapangan udara setiap ada penerbangan pemerintah dari negeri Anda. Tetap selalu kembali ke toko, karena Anda tidak datang."

”Yang tadi, saya terima. Terima kasih."

"Biasanya baru keesokannya saya tahu sampai tidaknya kiriman bunga untuk mendapat kabarnya."

Kami terdiam masing-masing. Kutemukan kembali matanya yang besar dan bersinar dengan indahnya. Aku tiba-tiba gelisah.
 


Topic

#fiksi, #cerpen, #NHDini

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?