Profile
Tentang Passion, Sweet Bully dan Dokter Kulit Versi Ira Koesno

31 Jan 2017


Foto: Instagram/ @thepakapow, Dok. YouTube
 
Kehadiran Ira Koesno (47) sebagai moderator Debat Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta.perdana pada Jumat (20/1) lalu ternyata meninggalkan kesan tersendiri bagi netizen. Bahkan, setelah ia tak tampil sebagai moderator di Debat Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta.kedua pada Jumat (27/1) lalu, netizen tetap heboh membicarakan sosok presenter berita yang sempat meraih penghargaan Panasonic Gobel Award untuk Presenter Berita & Olahraga Terfavorit itu.

Perannya sebagai moderator debat digantikan oleh presenter Tina Talisa dan Eko Prasojo, profesor di bidang Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia dan mantan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia.

Mengaku sempat kaget dengan keriuhan pembicaraan netizen tentang dirinya yang dihadirkan dalam bentuk meme, kartun, dan lainnya, wanita bernama lengkap Dwi Noviratri Koesno itu menanggapinya secara positif. Sebelum menjadi presenter berita, Ira sempat bekerja sebagai di sebuah kantor akuntan publik sesuai latar belakang ilmunya sebagai sarjana Akuntasi dari Universitas Indonesia. Namun, minat menulis membawanya pada dunia jurnalistik yang ditekuninya secara serius. Untuk mendukung kariernya, ia melanjutkan studi dan meraih Master of Arts bidang film dan produksi televisi (2000) dari Universitas Bristol, Inggris dan Master of Arts bidang jurnalistik internasional (2001) dari Universitas Westminster, Inggris.

Dalam wawancara lewat telepon, Ira bercerita pada femina tentang perjalanan kariernya hingga cara ia menjaga kesehatan kulit dan selalu tampil prima.

Sudah lihat banyak meme yang beredar di media sosial tentang Anda?
Memang cepat sekali, ya. Dari malam seusai debat, meme tentang saya langsung ramai. Saya melihatnya sebagai bentuk sweet bully, ha ha ha. Mungkin saja, gara-gara jarak waktu yang cukup jauh sejak saya rutin siaran di era-90an dan baru muncul lagi sekarang, jadi banyak yang penasaran.

Bagaimana Anda memandang peran moderator dalam Debat Pilkada DKI pertama lalu?
Sejak awal, saya sudah diwanti-wanti pihak penyelenggara debat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta untuk menjadi katalisator yang mendukung penampilan para paslon. Pada dasarnya, debat paslon bertujuan memberi pengetahuan pada penonton tentang siapa sosok terbaik untuk memimpin Jakarta. Meski banyak yang bilang debat ini tidak terlalu penting, tapi bagi saya, debat ini tetap penting dan dibutuhkan oleh tiga pihak. Pertama, warga yang belum memutuskan pilihannya. Kedua, anak-anak muda yang bingung pada kehebohan pilkada DKI. Ketiga, untuk menambah pengetahuan para swing voters yang ingin menilai setiap paslon.

Tawaran menjadi moderator debat ini sangat menantang bagi saya, karena inilah Pilkada DKI yang paling kompetitif. Bahkan, beberapa media mengatakan aroma pilpresnya kuat sekali. Menjadi moderator harus netral. Netralitas itu yang selalu saya usung.

Ada yang menyebut Anda mencuri perhatian penonton dari para pasangan calon (paslon) gubernur-wakil gubernur.
Sebagai orang yang menekuni komunikasi, jika kehadiran saya dianggap menjadi distraksi, berarti tujuan saya untuk membantu para paslon tampil bersinar gagal, dong.Tapi, banyak juga yang berpendapat, sebetulnya para paslon tetap tampil cukup baik, meski ada kekurangan di sana-sini.

Bisa jadi efek awalnya pada anak-anak muda dan kalangan yang tadinya tidak tertarik pada Pilkada DKI dan sengaja mengambil jarak pada politik, tapi penasaran mencari di media sosial, ‘siapa, sih, Ira Koesno ini’?  Ibarat iklan yang muncul di kanal YouTube, saya adalah iklan yang muncul di awal itu. Biasanya, kan kita harus skip ad. Anak-anak muda melihat penampilan saya sebagai moderator, lalu jadi keterusan menyimak debat yang seru sampai habis. Jadi, misi saya agar orang menonton tetap tercapai, kan.

Dari presenter di layar kaca, kini Anda menjadi pebisnis. Bagaimana ceritanya?
Saya merintis karier sebagai presenter berita di awal 90-an. Tahun 2003 akhir, saya memutuskan pindah zona. Saya keluar dari zona aman sebagai presenter dan menjadi pengusaha. Namun, jalur yang konsisten saya tekuni tetap dunia media dan komunikasi. Saya merasa menjadi jurnalis bukanlah passion saya. Padahal, profesi jurnalis harus dijalani sepenuh hati. Kalau tidak punya passion, seseorang akan mudah baperan, merasa mudah lelah dan tidak kreatif cari solusi saat mendapat cobaan dalam tugas. Tugas baru tak lagi dianggap sebagai tantangan dan malah jadi beban yang luar biasa.

Di sisi lain, saya sangat suka dunia media dan komunikasi. Awalnya, saya membangun sebuah rumah produksi bersama dua rekan, Oktovin dan Yovianna. Kami bertiga sudah seperti Powerpuff Girls, ha ha ha. Kami lalu mengembangkan sebuah perusahan humas yang melayani jasa strategi komunikasi bernama Ira Koesno Comm (IKCOmm). Bisnis kami terus berkembang, meski perlahan.

Setelah bertahun-tahun jadi jurnalis, saya juga belum sepenuhnya bisa meninggalkan  idealisme saya saat jadi pebisnis. Saya tetap punya sikap. Saya tidak mau menerima klien perusahaan rokok, minuman keras, atau yayasan terkait kedua  perusahaan tersebut.

Tertarik terjun ke dunia politik?
Tidak. Hati saya tidak mengarah ke sana. Terjun ke politik juga tak bisa setengah-setengah. Kalau ada klien dari dunia politik, biasanya perusahaan saya hanya sebatas memberikan pelatihan public speaking.

Momen tak terlupakan dalam karier Anda sebagai presenter?
Tahun 1998, ada heboh soal ‘cabut gigi’. Suasana politik di tanah air sedang memanas. Setelah dihantam krisis pada tahun 1997, Indonesia masih diguncang oleh ketidakstabilan ekonomi. Baru ada mahasiswa yang tertembak juga. Mulai beredar isu reshuffle kabinet untuk memperbaiki situasi ekonomi. Bahkan, ada isu yang dibutuhkan bukan hanya mengganti kabinet, tapi juga pucuk pimpinan. Padahal, pemilik stasiun televisi tempat saya bekerja saat itu merupakan pihak yang dekat dengan penguasa. Semangat teman-teman jurnalis muda saat itu sangat tinggi dalam mengggarap isu ini. Kami berusaha mendengarkan suara publik, tapi di sisi lain kami juga sadar harus berhati-hati dalam posisi kami.

Dalam sebuah kesempatan, saya mewawancarai  seorang mantan menteri, Sarwono Kusumaatmadja untuk Liputan6 Siang. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat kritis. Sebelum wawancara live dimulai, kami sudah sepakat apa saja poin-poin yang akan didiskusikan. Beliau bilang, tetap harus ada pergantian presiden dan akan menegaskan hal itu di akhir wawancara. Tapi, ternyata di segmen pertama, beliau sudah cedera janji. Beliau sudah melontarkan pernyataan, “Dalam situasi ini bukan hanya kabinet yang harus diganti, tapi presidennya juga. Ini harus ‘dicabut giginya’.” Aduh, saya langsung pusing, ha ha ha.

Insiden itu menjadi bola panas. Pemilik stasiun televisi tempat saya bekerja sempat mengancam untuk menutup program berita kami. Namun, setelah itu proses politik bergulir. Presiden benar-benar berganti. Sebelumnya, saya dan teman-teman satu tim, terutama para produser saat itu, Riyadi dan Don Bosco Selamun, sangat merasa bersalah. Jika program ini ditutup, bagaimana nasib karyawannya? Acara ini, kan, juga periuk nasi ratusan orang. Peristiwa itu terjadi di masa awal karier saya, lumayan bikin panik, ha ha ha.

Meme tentang dokter kulit Anda populer sekali, lho... Sebetulnya apa, sih, rahasia Anda agar penampilan Anda bisa tampak jauh lebih muda?
Saya juga heran, kok ini kayak penting banget, ya, ha ha ha. Pada akhirnya, perkara sehat kembali pada 3 hal utama, pola makan, olahraga, dan istirahat yang cukup. Saya tipe orang yang cukup mencoba segala macam diet. Saya juga mencoba perawatan di dokter-dokter kulit. Di usia 40, saya sarankan seseorang harus punya alokasi dana khusus untuk perawatan ke dokter kulit.
Foto: Instagram/ @thepakapow
 
Tapi, saya juga sadar pentingnya kembali pada pola makan sehat. Saya mengurangi asupan karbohidrat, apalagi tubuh saya cepat sekali melar jika asupan karbohidrat berlebih. Soal olah raga sudah tidak bisa ditawar, sih. Walau sekarang olahraga saya agak berantakan karena jadwal yang padat. Saya hanya sempat treadmill saja. Sebelumnya, saya rutin latihan pilates dua kali dalam sepekan, dan 1 kali treadmill.

Sejak masih jadi presenter muda pun, saya selalu berusaha untuk agile terhadap perubahan. Meski bertugas untuk acara dinihari, saya selalu berusaha istirahat cukup dan meraih tidur berkualitas. Walau tuntutan kerja berat, kelenturan untuk beradaptasi akan membawa seseorang bertahan mencapai target, namun juga tidak mengorbankan kesehatan diri di masa depan. (f)

Baca juga:
Wujud Politik Identitas Kini: Atribut Mode untuk Pemimpin Modis

Efektivitas Debat Pilkada untuk Tingkatkan Partisipasi Pemilih


Topic

#IraKoesno

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?