Family
Kenali Tanda-tanda Anak Alami Kesepian

18 Nov 2018



Foto: Fotosearch
 
 
Sebagai orang tua, tentu kita tak ingin anak-anak dihantui oleh ancaman menakutkan dari perasaan kesepian. Maka dari itu, penting bagi orang tua atau keluarga dekat mengenali tanda-tanda kesepian pada anak sedini mungkin, sebelum dampaknya menjadi lebih buruk.

Tanda-tanda itu di antaranya adalah selalu sibuk dengan dunianya sendiri, kerap menyendiri, menarik diri dari interaksi di sekitarnya, dan tidak betul-betul memiliki teman untuk bertemu. Ada juga yang kemudian berusaha menarik perhatian dengan cara-cara yang tidak tepat, misal dengan memberi komentar di status teman dengan hal-hal menyebalkan, sehingga dia makin dijauhi.
 
Bisa juga dilihat dari performa di sekolah, karena mungkin saja anak jadi tidak optimal belajar atau merosot dibandingkan sebelumnya. Jika hal ini mulai tampak, maka perlu melakukan sesuatu.
 
“Pertama-tama, orang tua perlu introspeksi diri dulu. Karena hal itu mungkin saja terjadi karena hubungan orang tua dan anak yang tidak baik, membuat anak tenggelam dalam kesendirian,” ujar psikolog anak dan keluarga di Klinik Terpadu Fakultas Psikolog Universitas Indonesia, Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si. atau biasa disapa Nina.
 
Nina, yang salah satu anaknya adalah gen Z, mengaku bahwa penting bagi dirinya untuk tegas dan berusaha membatasi penggunaan gawai, serta membiarkan si anak bermain hal-hal yang nyata. Pasalnya, ia khawatir, kalau putrinya berkutat dengan gawainya terus menerus, ia hanya akan memiliki pergaulan yang sifatnya semu.
 
“Ini yang kemudian mesti kita jaga. Jangan sampai pergaulan mereka itu-itu saja. Bukannya lantas melarang anak main gawai, yang penting adalah membatasi,” saran Nina.
 
Libatkan anak pada kegiatan-kegiatan yang lebih banyak mengajaknya untuk bersosialisasi, misalnya mengikutsertakan anak dalam komunitas yang sesuai dengan yang ia sukai, atau mengajaknya bermain non-teknologi yang sama serunya dengan bermain gawai. Kegiatan-kegiatan ini penting untuk memberikan kesempatan pada anak mengeksplorasi diri dan lingkungan sekitarnya.
 
Sementara itu, Ainun Chomsun, pemerhati literasi digital, mengakui, sebenarnya internet seperti perpustakaan yang positif, jika kita menggunakannya dengan tepat. Orang tua hanya perlu menjadi bagian dari support system dengan menjadi pendamping dan mengenal dunia anak-anak zaman sekarang tanpa harus menghakimi mereka.
 
“Daripada berusaha mati-matian mensterilkan anak-anak dari gawai, lebih baik kita main dan berinteraksi bersama.  Ingat, jangan berusaha untuk lebih sok tahu, karena sebenarnya mereka lebih tahu tentang teknologi daripada kita,” ujar Ainun.
 
Sementara, berpatokan dari temuan Cigna, peneliti dr. Nemecek mengingatkan bahwa keseimbangan hidup bisa menjadi obat dalam mengatasi masalah ini, yaitu keseimbangan kehidupan sosial dan me time dapat membantu meringankan perasaan kesepian.
 
Inilah mengapa perlu mengajarkan anak bagaimana bersosialisasi secara langsung. Anak-anak zaman now harus lebih banyak berlatih komunikasi secara tatap muka. “Mungkin anak-anak ini jago berkomunikasi via media sosial atau chatting. Tetapi, ketika mereka dihadapkan pada situasi yang mengharuskan komunikasi langsung, kesannya anak-anak ini terlihat tidak sopan atau kasar. Padahal, mungkin sebenarnya mereka melakukan hal itu hanya karena mereka tidak tahu bagaimana mengutarakan emosi,” jelas Ainun.
 
Di sinilah peran orang tua dibutuhkan, yaitu untuk mengajarkan anak skill-skill dasar kehidupan, seperti kemampuan sosial dan komunikasi. Kemampuan-kemampuan ini adalah inti agar anak-anak bisa berinteraksi sehat dengan orang lain di sekitarnya. Karena, jika saat ini saja gen Z didiagnosis sebagai generasi kesepian, bukan tak mungkin generasi alfa (yang saat ini berusia 0-8 tahun) akan menghadapi hal yang sama. Bahkan, diprediksi oleh sejumlah pakar di dunia bahwa gen alfa akan menjadi generasi paling terhubung, namun menghabiskan lebih sedikit waktu bicara dengan lingkungan mereka secara pribadi. Jadi, apakah gen alfa akan menghadapi kesepian yang sama dengan gen Z?
 
Dari sudut pandang yang berbeda, Ainun berpandangan bahwa kita tak bisa menyamaratakan ukuran kesepian atau kebahagiaan pada tiap-tiap generasi. “Kesepian atau kebahagiaan itu kan ukuran kita (gen X atau gen milenial), karena bagi generasi kita berteman itu harus bertemu fisik. Sementara bagi anak-anak yang lahir dan besar di zaman digital, mungkin berteman melalui chatting sudah cukup menyenangkan,” tutur Ainun, yang berharap akan ada penelitian yang bisa menjawab hal ini. Ainun optimistis, gen alfa akan menjadi generasi yang lebih pintar melihat situasi.
 
Sementara itu Nina berharap, kelak akan ada penelitian yang dapat membantu memahami anak-anak gen alfa untuk tak menghadapi masalah yang sama dengan kesepiannya para gen Z. “Mungkin saja kelak gen alfa akan lebih adaptif terhadap kondisi sosial di eranya. Namun, seiring dengan itu, orang tua juga perlu meningkatkan literasi digitalnya, sehingga dapat menjadi pendamping dan memahami apa yang terjadi pada anak-anak yang digital native ini,” saran Nina.
 
Kecepatan, perubahan tak berujung, dan mudahnya konektivitas dari hadirnya teknologi digital tentu memiliki dampak psikologis bagi generasi digital native. Namun, terlepas dari prediksi apakah gen alfa akan senasib dengan gen Z, yang sudah pasti terjadi adalah teknologi telah memengaruhi dan membentuk generasi-generasi muda ini.
 
Dan karena kita tak dapat menghentikan kemajuan teknologi, menurut Nina, satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah mempersiapkannya terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan. Edukasi memainkan peranan penting untuk mempersiapkan masyarakat untuk menjadi adaptif, terbuka untuk belajar hal baru, menghadapi berbagai risiko dan bertahan di tengahnya. Jadi, sudah siapkah Anda menghadapi perubahan-perubahan yang akan terjadi? (f)


Baca Juga:

Mengenal DBT, Terapi Yang Tengah Dijalani Selena Gomez Saat ini!

Kepedulian Kate Middleton dan Pangeran William Pada Masalah Kesehatan Mental

Lindungi Anak dari Bullying dan Konten Negatif dengan 7 Fitur Instagram Ini


Topic

#family, #kesehatanmental, #kesehatanjiwa