Fashion Trend
Indonesia Menuju Pasar Dunia

1 Oct 2012


Diapresiasi dengan baik di dalam negeri dan terkenal hingga ke luar negeri adalah mimpi para desainer Indonesia. Apalagi jika bisa tampil di panggung mode 4 kota kapital fashion dunia, seperti London, Paris Milan, dan New York. Namun, sebuah pertanyaan besar muncul. Siapkah para desainer menghadapi buyer dan selera pasar internasional secara global?   

Mendalami Karakter Bisnis Fashion
 “Jakarta Fashion Week menyadari ambisi besar para desainer muda untuk dapat memperluas pasar secara global,” ujar Svida Alisjahbana, Ketua Umum JFW 2013.

Sebagai inkubator para perancang muda berbakat Indonesia, salah satu cara untuk memfasilitasi kebutuhan ini adalah bekerja sama dengan Departemen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta British Council untuk mendatangkan para pakar Centre of Fashion Enterprise (CFE). Mereka diminta menggelar workshop untuk desainer terpilih.

CFE sendiri merupakan lembaga pengembangan bisnis ternama berpusat di London, Inggris, yang  terlibat dengan berbagai brand dan desainer di industri mode dunia.

Tak asal pilih. Untuk mengikuti rangkaian workshop dengan tema Fashion Bootcamp, a Path to Fashion Business Success ini sendiri, sederet desainer lokal akan disaring melalui kriteria tertentu menjadi 8 desainer terpilih. Proses ini sudah berlangsung pada bulan Maret dan Mei lalu.

“Sungguh merupakan kesempatan istimewa bagi mereka untuk mengenal berbagai instrumen penting yang harus dipahami agar bisnis lebih terarah dan siap menjawab tantangan industri fashion dunia. Lebih penting lagi, program ini juga sejalan dengan tema JFW mendatang, Indonesia Today, The World Tomorrow,“ imbuh Svida lagi.

Pada kesempatan ini juga, para peserta akan diberi waktu untuk berkonsultasi secara eksklusif dan intensif bersama pakar CFE, yaitu Toby Meadows, Sanjeev Davidson, Angela Quaintrell, dan Wendy Malem (Director of CFE) sambil diselingi dengan penilaian kinerja. Desainer yang memiliki nilai terbaik selanjutnya akan tampil di panggung JFW 2013 serta meraih kesempatan tampil di panggung mode London!

Perspektif Baru Bisnis Fashion
Berpikir untuk membidik 3 'ibukota' fashion, termasuk London? Hmm…coba cermati lagi. Sebagai pemikir bisnis yang aktual, kesuksesan juga bisa diraih telak dengan membidik pasar global lainnya jika memang sesuai dengan karakter produk dan bisnis masing-masing desainer.

Bahkan, bisa jadi hanya dengan pasar lokal, Indonesia is the new fashion market. Meraih sukses tidak selalu harus berbisnis di luar negeri. Pasar di Indonesia pun sangat menjanjikan. Sekarang tinggal bagaimana menggabungkan kreativitas seorang desainer didukung dengan pengetahuan dalam mengelola bisnis fashion sesuai dengan karakter label yang dimiliki,” ujar Diaz Parzada, Creative Director JFW.

Bimbang untuk menentukan pasar yang akan dipilih? Tenang saja. Untuk membantu sekaligus mempermudah, di JFW mendatang 4 pakar CFE akan turut memberi masukan, mana saja pasar yang cocok dipilih, seperti Eropa, Amerika, Australia, Asia, dan negara lainnya yang berpotensi sebagai new market saat ini.

Toby Meadows, konsultan fashion dari Centre for Fashion Enterprise dan penulis buku How to Set Up & Run A Fashion Label, juga menyebutkan bahwa Indonesia bersama dengan Vietnam, India, Nigeria, Cina, dan Turki adalah negara-negara yang disebut sebagai ‘New Money’ berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi atau GDP tahun 2050.

Potensi ini  tentu saja  harus diantisipasi dan dimanfaatkan sesegera mungkin oleh para desainer dan label lokal. Karena, jika tidak, sudah bisa dipastikan label-label global akan  makin gencar memasuki pasar-pasar ini sehingga membuat persaingan  makin ketat.

Saat ditemui, Toby sendiri mengutarakan tiga masalah konsumen di era kemudahan teknologi. “They are overexposed, over-informed, and overwhelmed,” ungkapnya. Menanggapi hal ini, seharusnya para desainer dan label muda harus mulai memikirkan dan menciptakan permintaan (create demand). Selain itu, para desainer juga perlu memuaskan rasa ingin tahu konsumen, dan melakukan evaluasi ulang (re-evaluation).

Salah satu cara yang paling menonjol akhir-akhir ini adalah dengan  menggunakan kekuatan media sosial untuk memperlihatkan ‘transparansi’ di belakang brand, apa saja yang terjadi di belakang layar, serta seberapa keras para desainer itu bekerja.

Di lain kesempatan, salah satu pakar CFE yang juga seorang pakar retail high-end dengan pengalaman lebih dari 30 tahun, Angela Quaintrel, menambahkan pentingnya penerapan harga yang sesuai. “Pricing is vital. Don’t undervalue yourself or your design.” ujarnya. Ini berarti para desainer juga perlu menetapkan target market, apakah ingin bermain di kelas menengah atau kelas atas? Hindari pengorbanan kualitas material hanya semata untuk menekan harga jual. Anda   pastinya enggan kalau ternyata hal tersebut malah berbalik menjadi bumerang, ‘kan?

8 Desainer Terpilih

Tak hanya berjaya menguasai pasar lokal dan sukses menggelar show di dalam negeri, 8 desainer telah terpilih pun sengaja dipersiapkan untuk menghadapi pasar global. Senjata utamanya? Visi yang terpapar sempurna dengan implementasi misi merebut perhatian buyer luar negeri. Namun, tentu saja  hal ini harus ‘diisi’ dengan sederet nilai desain yang brilian, kemampuan produksi yang kuat, penguasaan bisnis yang baik, serta visi untuk berjualan di luar negeri.

Sesuai dengan karakternya, para desainer diklasifikasikan menjadi 3 kategori. Yang pertama High End Luxury Fashion, yaitu Albert Yanuar, Yosafat Dwi Kurniawan, Barli Asmara, dan Jeffry Tan. Kategori yang kedua adalah Quirky Ready To Wear, terdiri dari Carline Darjanto dan Ria Sarwono (Cotton Ink), Ari Seputra (Major Minor), dan Imelda Kartini (Bretzel). Terakhir adalah Dian Pelangi yang masuk ke dalam kategori Moslem Wear.
 
Barli Asmara
Kekuatan rancangan Barli Asmara ada pada permainan tekstur dan pengerjaan detail yang menjadi ciri khasnya. Untuk itu, JFW mempersiapkan Barli untuk menembus pasar Asia, Eropa, dan Amerika, khususnya London serta New York di mana potensi konsumennya  merupakan peminat busana bertekstur, modern, sekaligus praktis.

Jeffry Tan
Lulus sebagai Best Fashion Designer 2002/2005 dari France’s Esmod School of Design, Jeffry Tan mampu menarik perhatian pasar lokal dengan garis rancang yang edgy namun elegan lewat volume dan siluet yang istimewa. Karakter desainnya akan sangat diterima di pasar Eropa dan Amerika yang menggemari kepraktisan dengan sentuhan ini.

Albert Yanuar
Kepiawaiannya mengolah busana dwifungsi dengan sentuhan budaya Indonesia, seperti aksen ruffles yang dibuat menjadi cape sekaligus rok, membuat koleksinya tampak berbeda. Keinginan Albert untuk go international dipersiapkan untuk menghadapi pasar Asia, khususnya di Hong Kong, Cina, Singapura, dan Thailand.

Yosafat Dwi Kurniawan
Bakat fashion-nya tersalurkan ketika Yosafat tinggal di Beijing. Garis rancangan struktural dengan permainan siluet tegas membuat rancangan Yosafat mencolok di kalangan pasar lokal. Tak cuma itu, ia juga gemar bereksperimen dengan penggunaan bahan yang bervariasi. Hal ini membuatnya cocok untuk menembus pasar Eropa dan Amerika.

Ari Saputra (Major Minor)
Kebebasan berekspresi melalui karakter anak muda yang kental tercermin dalam koleksinya. Permainan bahan serta detail yang praktis akan membuat label ini sukses diluncurkan untuk market di negara Asia, Asia Tenggara, dan Australia.

Carline Darjanto dan Ria Sarwono (Cotton Ink)
Mengusung filosofi desain ‘basic simplicity with a twist’, Cotton Ink mengolah bahan jersey yang sederhana menjadi fashion items klasik yang multifungsi dan jauh dari membosankan. Tak heran kalau hanya dalam 2 tahun sejak kehadirannya di tahun 2008, koleksinya sudah diminati oleh kalangan muda Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Rancangannya dipersiapkan untuk masuk ke pasar  negara Asia Tenggara, seperti Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.

Imelda Kartini (Bretzel)
Busana ready to wear milik desainer Imelda Kartini ini lebih membumi dan bisa dikenakan sehari-hari. Mengandalkan busana multifungsi, seperti gaun yang bisa menjadi atasan atau satu baju bisa menjadi beberapa gaya, membuat label keduanya ini laris manis. Garis rancangnya yang masih menyimpan napas high end membuat label ini cocok untuk Asia dan Australia.

Dian Pelangi
Multifungsi, garis desain yang unik, fun, young, dan colorful dengan penggunaan kain-kain tenun tradisional, membuat rancangan busana muslim Dian Pelangi ‘kaya’ dan sukses merebut hati pasar internasional, seperti Paris yang berpenduduk muslim cukup banyak di Eropa. Selain itu, negara Timur Tengah juga menjadi pasar potensial untuk label Dian Pelangi.
(f)