Foto: Fotosearch
Secara umum, ada beberapa kesalahan dalam cara berpikir para orang tua mengenai ujian sekolah anak.
+Prestasi anak ditentukan on paper. Anak disebut pintar kalau nilai ujiannya bagus. Makanya, anak di push belajar saat ujian, UTS, try out, dll. Kalau teman sebelahnya bisa dapat nilai 10, tapi anak cuma dapat 6, itu berarti ada yang salah dengan belajarnya anak. Hasil akhir selalu lebih penting dari proses. Karena tidak menghargai proses, nggak mau kalah dari orang lain, akhirnya sering mengambil jalan pintas. Itulah kenapa korupsi merajalela di sini. Dalam hal kekayaan, lebih penting dia mendapatkan apa, bukan melakukan apa. Banyak yang memilih potong kompas dalam mendapatkan kekayaan.
Kesuksesan pendidikan ditentukan oleh proses. Kalaupun anak secara proses masih tertinggal dengan anak lainnya, yang perlu ditekankan adalah bagaimana ia mencintai pelajaran tersebut. Dan, namanya proses, pasti membutuhkan kesabaran ekstra dari orang tua. Sebab, proses itu bukanlah sesuatu yang instan.
+Belajar adalah duduk manis di meja, baca buku pelajaran, menghafal, atau latihan soal. Belajar sebetulnya adalah proses, segala aktivitas, dan kebiasaan sehari-hari. Hidup itu sendiri adalah belajar.
+Anak harus masuk ke SMP favorit, supaya bisa masuk SMA favorit, supaya bisa kuliah di kampus favorit. Lalu apa? Biarkan anak punya frame sendiri. Lagipula, zaman sekarang, belajar itu sudah tidak lagi tergantung sama institusi sekolah. Kalau nggak dapet sekolah bagus, toh, bisa homeschooling, belajar online, dsb. Sekarang channelnya banyak. Di masa depan nanti, akan bermunculan banyak bidang pekerjaan baru yang sama sekali tidak bisa kita bayangkan sekarang. Sama saja dengan zaman kita kecil dulu, mana ada orang tua kita terpikir akan ada profesi game developer, apps developer, animator, dan sebagainya.
Challenge-nya adalah bagaimana membentuk anak menjadi individu yang punya kreativitas tinggi, bukan pekerja yang hanya bisa membebek.
Dunia di masa depan akan digerakkan oleh inovator, dan mereka belum tentu orang yang nilai rapornya bagus. Dan inovator, bisa jadi orang yang tidak sekolah, kalau sekolah sekarang hanya membentuk orang yang mau patuh dan ‘mematikan’ kreativitas anak.
+Sekolah bertanggungjawab 100% pada perkembangan anak. Kalau nilai anak jelek, salah sekolah. Kalau anak nakal, salah sekolah. Kalau anak gagal, salah sekolah. Orang tua terima beres. Peran besar sekolah adalah pada pembentukan karakter anak. Bagaimana anak bersosialisasi, berdiskusi, dan belajar toleransi dalam lingkup kecilnya. Sisanya, menjadi tugas orang tua untuk membentuk dan mengajari anaknya. Itulah kenapa, penting sekali kerjasama antara sekolah dan orang tua.