Foto: AL
Bagaimana proses kolaborasi Anda dengan Enigma?
Katanya dari dulu saya termasuk dalam wish list-nya Michael Cretu, orang di belakang nama besar Enigma. Pastinya senang, dong, he he he. Saya sendiri sudah tahu karyanya cukup lama. Return To Innocence, itu, kan video klipnya saja mencengangkan pada zamannya, semuanya terbalik. Ini pertama kali saya bekerja sama dengan Michael. Kolaborasi ini dimulai satu setengah tahun yang lalu dan saya nggak boleh bilang apa-apa. Bahkan pada waktu rekaman single pertama, manajer saya nggak boleh masuk studio. Hasilnya pun tidak boleh didengarkan. Menurutnya, nih, sesuatu yang belum selesai jangan didengarkan dulu. Dia memang sangat rahasia-rahasian banget.
Enigma di mata Anda?
Engima, tuh, konsep lagunya agak aneh. Dia nggak pernah bikin bait pertama, bait kedua, refrain, koda, nggak ada yang begitu karena kebiasaannya hanya instrumental. Tujuh albumnya sampai saat ini sudah terjual 70 kopi di seluruh dunia. Padahal dia nggak pernah tur, show, dan interview. Seniman banget! Buat saya Enigma seperti Metalica-nya bidang metal. Billy Holiday-nya di jazz. Enigma itu membuat aliran musik. Sebelum ada dia (bisa dibilang) nggak ada musik yang seperti itu. Belum pernah sama sekali seumur hidup, saya bekerja sama dengan artis yang sebesar dan sepenting ini. Artis yang menginspirasi dalam artian sebenarnya dan mengubah hidup banyak musisi. Influential sekali.
Apakah sejak awal sudah tahu lagu apa yang akan Anda bawakan?
Tidak, karena itu makan waktunya lama sekali. Michael menulisnya sangat bertahap. Saat membuat lagu, sebenarnya dia bikin konsep, jadi ada awal, pertengahan, dan akhir. Jadi lagu yang dibikin pertama kali akan jadi nomor satu, dan seterusnya kedua, ketiga. Kalau musisi normal, dia membuat materi lagu banyak baru menulis ini-itu. Kalau kerja sama ini nggak. Buat saya sendiri saja satu setengah tahun karena lagunya ada di nomor 5 (Mother), 7 (Sadeness Part II), dan 9 (Oxygen Red). Saya pun nggak bisa berpikir bahwa lagu yang ini lebih mengesankan dari yang lain. Yang mengesankan itu bekerja sama dengan Enigma. Meski kedengaran aneh, tapi orangnya baik dan pintar. Dia sangat teliti dan benar-benar detail.
Komplet, perasaan kita seperti diaduk-aduk. Ada bagian yang suspense dan merinding terus. Ada lagu terakhir di album The Fall Of Rebel Angel ini yang berjudul Amen, nah, kalau mendengar lagu itu, tapi nggak merinding kayaknya salah dengar, ha ha ha. Ada sesuatu yang mistis. Album ini bukan jenis album yang bisa didengarkan sambil masak atau ngobrol. Ini membuat saya nostalgia ke zaman dulu, menunggu pulang dari sekolah untuk mendengarkan satu album. Didengarkan satu per satu sambil melihat bukletnya, meski nggak mengerti maksudnya. Album Enigma ini mengajak kita jalan-jalan, tapi perjalanan emosi. Lalu diakhiri oleh lagu Amen, ya ampun...
Pelajaran apa yang bisa diambil dari kolaborasi ini untuk persiapan album Anda ke depannya?
Musik, tuh, masih intact, masih belum rusak. Masih banyak musisi yang bisa merestorasi cintanya kita kepada musik. Pelajarannya kalau kita idealis—kita percaya terhadap visi kita—dan tetap di situ maka orang-orang pasti datang. Karena orang-orang sudah tahu value-nya.
Anda membawakan lagu berjudul Mother di album ini. Menurut Anda sebagai orangtua, apa tantangan terbesar dalam mendidik anak saat ini?
Saya nggak mau menjadi temannya anak saya, nggak mau jadi best friend. Buat saya bukan perkara yang tepat. Orangtua, tuh, di sisinya orangtua, jadi selain punya otoritas, kita juga harus felksibel. Anak saya, Kirana Cipta Montana Sasmi, sebentar lagi umurnya 9 tahun. Saya pikir 3-4 tahun lagi dia remaja yang akan mulai aneh-aneh. Yang harus saya bina sejak sekarang adalah hubungan kami. Hubungan antara ortangtua dan anak bukan sesuatu yang bisa dijamin, karena itu (sebenarnya) mudah retak. Tergantung bagimana kita sebagai orangtua juga harus bisa membaca anak. (f)
Baca juga:
Tip Anggun Menghadapi Bullying
Anggun, Wanita dan Musikus Kelahiran Indonesia Pertama yang Diabadikan di Madame Tussauds
Topic
#Anggun