Tetap Butuh Perhatian
Majunya teknologi komunikasi juga sangat membantu. Bahkan, survei Idea Lab Microsoft yang diikuti pemakai Skype di AS dan Inggris Januari lalu mengungkapkan bahwa 96% pengguna Skype tetap merasa dekat dengan pasangan yang jaraknya jauh.
Tapi, bagaimanapun juga, hubungan virtual tetap tidak bisa menggantikan hubungan emosi yang terjalin ketika berhadapan langsung. “Manusia itu butuh sentuhan, tatap mata, belaian. Jika lama tak melakukan kontak fisik, bukan tak mungkin emosi cinta dan gairah seks bisa meredup,” Monica Kumalasari, Relationship Psychotherapist & Coach mengingatkan.
Oleh karena itu, Monica menyarankan, harus ada upaya lebih keras bagi pasangan jarak jauh untuk terus menjalin komunikasi, perhatian, dan pertemuan fisik agar bara asmara tetap menyala. “Untuk frekuensi pertemuan tergantung kemampuan finansial saja. Jika tak bisa pulang, setidaknya bisa ‘kencan’ dan menyalurkan kebutuhan biologis lewat video call seperti Skype atau telepon,” katanya.
Untuk meredam hal-hal yang tak diinginkan, pasangan harus membuat komitmen dan kesepakatan bersama sebelum memutuskan berjauhan. Misalnya, berjanji untuk saling menyapa tiap pagi dan malam, tidak keluar makan berduaan bersama lawan jenis, saling memperkenalkan pasangan dalam lingkungan pergaulan, pulang tiap beberapa waktu sekali sesuai kemampuan finansial, dan sebagainya. Dengan komunikasi dan perhatian yang intens, diharapkan hubungan emosi pasangan suami-istri tetap terjaga.
Namun, kenyataannya, seiring berjalannya waktu frekuensi perhatian, komunikasi, kunjungan, tanpa disadari bisa berkurang. Faktor kesibukan dan kelelahan, urusan sosial dan tugas kantor yang belum rampung, sering kali membuat pasangan mulai mengurangi kunjungan-kunjungan akhir pekannya.
“Satu yang harus diingat bahwa rumah tangga bukan perusahaan. Jika pasangan membeli barang mahal di luar pengetahuan pasangannya, tak usah dipermasalahkan, selama tidak ‘menggoyang’ keuangan keluarga,” sarannya.
Sebab, ada kebutuhan emosional yang membuat pasangan bahagia dengan membeli barang yang diidamkannya itu, meskipun harganya mungkin mahal. “Jadi, mengapa harus merebut kebahagiaannya?” kata Monica, mengingatkan bahwa persoalan keuangan jadi pencetus kedua orang bercerai setelah perselingkuhan.
Kendati dihadang sejuta persoalan, pernikahan jarak jauh sebetulnya ada juga keuntungannya. Bagi yang belum dikaruniai anak, masing-masing bisa lebih fokus pada kariernya dan lebih mandiri. Mereka juga cenderung lebih menghargai kebersamaan.
Pada akhirnya, sebelum memutuskan memilih hubungan jarak jauh, timbang untung ruginya juga. "Apakah semua sebanding dengan konsekuensi dan risiko yang dihadapi? Mampukah Anda melakukan extra work untuk menjaga keharmonisan rumah tangga?," tanya Ratna.(REYNETTE FAUSTO)