“Saya pernah dengan tegas menyuruh pulang seorang dokter relawan yang menolak menolong korban dari agama yang berlainan dengannya ketika terjadi konflik berdarah antaragama di Ambon,” kisah dr. Joserizal, yang menyebut aksinya ‘jihad profesional’. Sejauh ini MER-C pernah terjun di konflik Ambon, Poso, Sampit, Perang Irak, Afganistan, tsunami Aceh, topan Haiyan di Filipina, banjir Jakarta, gempa Padang, dan Yogya.
Banyak protes yang ditujukan kepadanya ketika ia mengambil sikap untuk menolong pemimpin Jamaah Islamiyah, Abu Bakar Ba’asyir. Tuduhan sebagai teroris pun disangkakan kepadanya. Ia juga dituduh sebagai anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) karena menolong korban keluarga GAM dan penganut Islam garis keras karena terbang ke Ambon saat terjadi konflik berdarah di sana.
“Padahal, saya kan dokter dan sudah kewajiban saya sebagai dokter dan relawan untuk menolong siapa pun tanpa memandang agama dan latar belakang golongannya,” kilah spesialis ahli bedah tulang ini.
Wakil Uskup untuk Kelompok Sosial yang mengoordinasi wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi, Romo Dr. Alexius Andang Listya Binawan, SJ, mengatakan, aksi sosial yang dilakukan gereja merupakan bagian dari pelayanan kasih. Aksi itu meliputi berbagai bidang, yaitu bidang pendidikan, kesehatan, kebutuhan pangan dan sandang.
Pada perayaan Natal ini akan digelar perjamuan makan siang bersama dengan mereka yang kurang beruntung yang telah menjadi tradisi tahunan gereja Katolik. Perayaan ini hendaknya tak dinilai sekadar acara makan-makan semata, tapi lebih dalam maknanya sebagai ungkapan kasih dalam menyambut Yesus Kristus. Mengajak mereka yang menderita, terlupakan, kesepian, sedih, untuk berkumpul sebagai satu saudara dan menikmati kehangatan dan sukacita Natal bersama.
“Namun, perlu diingat bahwa kepedulian sosial itu hendaknya dinyatakan tiap saat, tidak hanya pada momen-momen khusus, seperti pada perayaan Natal atau Paskah saja,” saran Romo Andang.
Itu sebabnya, tiap tiga kali dalam seminggu Romo Andang mengelola pendistribusian pembagian makan malam gratis untuk para pemulung dan gelandangan, juga melakukan kunjungan tetap tiap bulan ke lembaga pemasyarakatan (lapas) dan penjara untuk memberikan santunan sembako. Bagi yang membutuhkan beasiswa, buku-buku pelajaran, atau santunan kesehatan, gereja juga membuka pintu selebar-lebarnya, tanpa melihat perbedaan agama.
“Dasar tujuan kami melakukan ini adalah kasih. Ketika kami mencintai manusia, itu artinya kami mencintai Tuhan, sebagaimana diajarkan dalam Injil Matius pasal 25 ayat 40 yang berbunyi: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku,” papar Romo Andang.
Menolong sesama, selain merupakan amalan baik, ternyata juga bisa memberikan kebahagiaan dan pembelajaran bagi pelakunya. “Banyak orang yang jadi lebih mengerti penderitaan orang lain setelah melihat dan berinteraksi langsung,” ujar Romo Andang. Itu yang akhirnya mengikat komitmen para relawan untuk terus melakukan bantuan kepada orang lain. Menunjukkan kepedulian tak harus selalu berbentuk donasi materi, meluangkan waktu dan tenaga saja sudah bisa disebut sebagai aksi sosial.
Perasaan bahagia, fulfilled, mengembangkan kematangan emosi, dan memperkuat hubungan sosial, menjadi reward non-materi yang dinikmati para relawan ini. “Kebahagiaan itu tak bisa terukur dengan nilai uang. Ketika seseorang merasa bahagia bisa membantu orang lain, itu sangat mahal harganya bagi mereka,” kata Dini. Berbagi, menurutnya, sangat penting untuk memperkaya jiwa, yang membuat seseorang akan merasa lebih bahagia.
Romo Andang bersyukur, di tengah kesibukan masyarakat urban yang padat, masih banyak yang peduli kepada sesamanya. Ini bisa dilihat dari makin menjamurnya beragam kegiatan relawan sesuai keahlian dan minat masing-masing. Memang, sebagian ada yang ‘anget-anget tahi ayam’ alias hanya ikut-ikutan tren. Bergabung dalam komunitas beberapa bulan saja, terus hilang kabar. “Tapi, biasanya yang sudah terpanggil dari hati akan konsisten berusaha berkontribusi dalam aksi sosial,” katanya.
Tak hanya aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan peduli pada sesama, Romo Andang yang juga koordinator Gerakan Hidup Bersih dan Sehat, sangat memperhatikan isu lingkungan. Menghargai lingkungan dalam bentuk gerakan pembersihan selokan secara berkala, imbauan kepada umat agar membawa gelas sendiri dan minum dari dispenser, hingga penggunaan ‘sampah botol minuman bekas’ sebagai ornamen dekorasi pohon Natal diyakini sebagai bentuk nyata pertobatan akibat dosa manusia yang telah merusak dunia.
Tantangan terbesar yang harus dihadapi para relawan adalah mendapat dukungan dari pasangan atau keluarganya. “Jika pasangan tak mengerti, bisa ngomel-ngomel dan akhirnya malah merusak harmonisasi,” ingat Dini. Itu sebabnya, sebaiknya pasangan atau anak-anak diberi pengertian dulu agar apa yang dikerjakan bisa menjadi berkah bagi orang lain dan tak menjadi batu sandungan dalam relasi keluarga.
Reynette Fausto