Berkat dorongan dan dukungan dari komunitas gerejanya, Sari membuat lagu pertamanya berjudul Kusadari pada tahun 1993. “Saya tidak pernah menulis lagu sebelumnya, jadi lagu tersebut saya buat sangat sederhana dan jujur,” kenangnya.
Lambat laun, langkahnya sebagai penyanyi rohani kian mantap. Tahun 1996, ia bergabung dalam grup rohani JPCC Worship dan melakukan pelayanan. Sampai mereka membuat album pertama berjudul Penyembah Yang Benar. Bersama grup vokal rohani terbesar di Indonesia, Sari belajar banyak soal menyanyi dan menulis lagu.
Putri dari DN Simorangkir dan Tiur Ida Simanjuntak ini percaya bahwa Tuhan memberikan talenta kepadanya dengan sebuah alasan yang baik. Hingga akhirnya ia meluncurkan album pertamanya, Besar Setia-Mu, ke pasaran. Sayangnya, album pertama dan keduanya yang bergenre R&B itu sulit diterima oleh para pendengar.
Toh, ia tak patah semangat. Tahun 2002, Sari meluncurkan album ketiganya yang berjudul Memuji-Mu dengan konsep berbeda. “Di album ketiga ini lebih terdengar pop, slow, dan easy listening, sehingga para pendengar bisa ikut bernyanyi ketika saya menyanyikan lagu di depan mereka,” kata wanita yang sempat menyanyikan lagu-lagunya di hadapan para jemaat di beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, Hong Kong, Taiwan, hingga Amerika Serikat.
Selalu ada cerita di balik tiap lirik yang ia rangkai. Mulai dari cobaan yang pernah menimpa keluarganya, curahan hati seorang kawan, hingga khotbah yang ia dengar saat sedang kebaktian. Momen demi momen memberikan inspirasi bagi Sari untuk menciptakan lagu rohani. Baginya, lagu rohani bukan hanya media untuk mencurahkan perasaan, tapi juga menjadi cara untuk menginspirasi orang lain.
“Lucunya, kadang-kadang ketika sedang mendengarkan khotbah, saya akan mencatat isi khotbah tersebut dan bisa tiba-tiba menjadi lirik. Saya harus peka menangkap momen-momen yang tepat,” kata Sari lagi.
Istri dari Handy Iskandar ini mengaku tak pernah tergoda untuk mengubah jalurnya ke industri musik sekuler. “Mungkin orang lain punya pilihan itu, tapi saya mempersembahkan talenta saya khusus untuk pelayanan. Di hati saya dari pertama mengambil keputusan sudah yakin hanya ingin melayani Tuhan. Saya berusaha untuk setia,” ujarnya.
Zaman telah berubah. Sari bersyukur musik rohani gereja saat ini sudah lebih dinamis. “Kalau dulu, kebanyakan orang tua percaya bahwa nyanyian gereja itu harus sederhana, tidak perlu yang bagus, yang penting khusyuk,” ungkap wanita yang sempat tidak diterima bernyanyi di beberapa gereja ini.
Kini ia bahagia, perjuangannya untuk memajukan musik rohani tidak sia-sia. Ia berhasil membuka paradigma bahwa musik gereja bisa dibuat menjadi lebih kreatif, menjangkau semua kalangan tanpa harus memengaruhi kekhusyukan beribadah. (f)