Double burden syndrome atau sindrom beban ganda selama ini kerap disebut-sebut sebagai isu (khas) wanita. Kini, sindrom tersebut tak hanya dialami kaum wanita, melainkan juga kaum pria. Ini menjadi fenomena global ketika para ayah masa kini lebih banyak mengerjakan pekerjaan mengurus rumah dan anak, dibanding kaum ayah pada satu dekade lalu.
Mengenai fenomena ini, ketua jurusan psikologi dari Universitas Binus Jakarta, Raymond Goodwin, mengatakan, secara tradisional, yang terbina dalam masyarakat kita, ayah memiliki peran yang cukup penting dalam menjaga kestabilan perekonomian rumah tangga. Sedangkan istri, secara tradisional berperan dalam pengasuhan anak, khususnya di rumah.
“Namun, peran secara tradisional ini tidak lantas dapat diartikan bahwa peran ayah hanya mencari uang dan ibu yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak. Cara para ayah dan ibu menghabiskan waktunya sudah jauh berubah. Para ayah sekarang mengerjakan pekerjaan rumah dan urus anak, sementara ibu-ibu tak sedikit yang punya penghasilan yang tak kalah besar dan aktif di luar rumah.”
Senada dengan Raymond, penulis buku Your Job is Not Your Career dan Ultimate U, Rene Suhardono Canoneo, berpendapat, perubahan telah terjadi dan akan terjadi transformasi yang luar biasa dalam masyarakat kita dalam sepuluh tahun ke depan. “Keluarga zaman sekarang rata-rata tidak lagi punya anak banyak. Gaya hidup kita juga berubah. Para orang tua sekarang membesarkan anak dengan cara yang berbeda. Anak-anak ini tidak lagi berpikir bagaimana supaya pada saat dewasa nanti bisa punya karier seperti ayahnya, tetapi bagaimana nantinya mereka bisa mengalokasikan waktu untuk anak-anak mereka,” tutur Rene, ayah dari 3 anak yang hidup tanpa asisten rumah tangga di rumah.
Di Amerika Serikat (AS), sebuah penelitian terbaru dari Boston College's Center for Work & Family bahkan mengidentifikasi, saat ini di kalangan para ayah sedang terjadi ‘revolusi senyap’. Para ayah baru ini, menurut Joan C. Williams, pendiri Center for Work-Life Law di University of California, disebut ‘new work-life pioneer’. Mereka ini adalah kaum pria yang tidak segan-segan memperjuangkan haknya guna mengurus keluarga ketika menghadapi dilema antara pekerjaan dengan masalah keluarga.(Ficky Yusrini)