Sebanyak 69% (103 orang) dari 150 wanita karier lajang usia 25-35 tahun yang mengikut survei femina tentang Gaya Hidup Wanita Karier Lajang Masa Kini mengatakan bahwa mereka sering kali harus bekerja lembur. Bahkan, 28% di antaranya lembur setidaknya 2-3 kali dan 23% lembur lebih dari 3 kali dalam seminggu.
Roslina Verauli, dosen psikologi dari Universitas Tarumanegara, juga sependapat dengan Tommy. Wanita tidak lagi dididik oleh keluarganya untuk sekadar menjadi calon istri dan ibu yang tinggal menunggu pinangan pria idaman, tapi juga sosok pribadi yang mandiri. “Didikan keluarga itu berpengaruh pada caranya berpikir dan bertindak, termasuk dalam menyikapi karier,” kata Vera.
Demi totalitas bekerja, 85% dari responden survei femina harus mengorbankan waktu me time mereka (34%), waktu bersama keluarga (24%), dan kehidupan sosial (21%). Meski begitu, ada 15% yang merasa bahwa tidak ada yang dikorbankan ketika mereka harus lembur.
Menurut Vera, hal itu bisa menjadi indikasi orientasi karier mereka. Orang-orang yang mengatakan bahwa ada hal-hal yang harus dikorbankan ketika mereka harus lembur menunjukkan bahwa demi cita-cita kariernya, mereka siap menjadi workaholic, dan sadar akan apa yang harus dikorbankan ketika ingin mencapai tujuan itu.
Namun, yang Vera khawatirkan justru mereka yang merasa tidak ada yang dikorbankan ketika mesti lembur. “Biasanya secara psikologis mereka menjadikan lembur atau pekerjaannya sebagai pelarian dari rasa sepi. Hal ini biasanya terjadi pada wanita lajang yang tidak memiliki kekasih, tidak memiliki hubungan sosial yang sehat, dan hubungan dengan keluarga pun tidak dekat,” papar Vera.(EKA JANUWATI)