Hidup di perkotaan yang sibuk mendorong orang mencari pemenuhan kebutuhan pangan sepraktis mungkin. Jika dulu orang masih sempat menyiapkan masakan sendiri yang bahan-bahannya mungkin diambil dari kebun sendiri, kini banyak yang bergantung pada makanan yang dibeli di restoran, katering, atau makanan siap saji.
Bisa Bangun Usaha Sendiri
Untuk merintis karier sebagai food safety specialist, dibutuhkan latar belakang pendidikan minimal sarjana dari jurusan biologi, kimia, pertanian, fisika, bioteknogi, gizi, kedokteran, atau teknologi pangan. Lebih jauh, dibutuhkan sertifikasi training Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) untuk bisa bekerja sebagai auditor dan sertifikasi ISO 22000 untuk berkarier sebagai assessor.
Kedua sertifikasi tersebut merupakan pernyataan bahwa orang tersebut memiliki pengetahuan dalam proses produksi dan teknologi pangan, termasuk tentang sumber bahaya pangan serta acuan standardisasi lokal dan internasional.
Adapun kemampuan penting yang dibutuhkan seorang food safety specialist adalah kemampuan analisis yang baik dan pengetahuan luas. Sebab, tugas utama food safety specialist adalah menganalisis untuk kemudian memberi tuntunan bagaimana seharusnya suatu makanan diproses.
Seorang food safety specialist juga melakukan pengecekan apakah proses produksi sudah memenuhi aturan keamanan. “Tugas lain seorang food safety specialist adalah melakukan penetapan dan pengecekan bahwa kadar pengawet dan pewarna yang digunakan tak melebihi batas standar lokal ataupun internasional, sekaligus menetapkan masa kedaluwarsanya,” papar Wida.
Selain bertindak sebagai konsultan dan inspector dalam industri pangan yang meliputi jasa boga (katering atau restoran), hotel, produsen makanan olahan, mereka juga bisa menjadi auditor dan assessor, baik untuk produsen makanan maupun lembaga sertifikasi dan industri pemerintah (BPOM, Departemen Kesehatan, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, dan Departemen Pariwisata).
Di pabrik, mereka banyak berkecimpung di divisi riset. Hanya, karena profesi ini masih tergolong baru, struktur jenjang kariernya pun belum terbentuk. “Sebagai penilaian, biasanya berdasarkan ‘jam terbang’ menangani kasus. Makin beragam kasus yang diinspeksi, maka food safety specialist ini makin kaya pengalaman dan mendapat pengakuan,” kata Wida.
Untuk food safety auditor, minimal memiliki pengalaman mengaudit 3 kali di bawah supervisi seniornya sebelum akhirnya bisa melakukan audit secara mandiri.
Tak tertutup kemungkinan bagi para food safety specialist ini menjalankan usaha sendiri ketika sudah kaya pengalaman. “Misalnya saja mendirikan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga training, lembaga konsultasi, dan laboratorium,” cetus Wida, yang menjalankan usaha milik ayahnya, Prof. F.G. Winarno yaitu PT Embrio Biotekindo, perusahaan yang fokus pada food safety.
Sayangnya, tak semua orang bisa menjadi food safety specialist. Misalnya saja, mereka yang kurang peka indra pengecap dan pembaunya. Sebab, sebagai controller, mereka harus bisa membedakan makanan yang sudah berjamur atau kedaluwarsa dari bau dan rupa. (Reynette Fausto)