Ini tentu membuat beberapa anak muda yang tadinya enggan bekerja terikat akhirnya bersedia menjadi karyawan tetap di sebuah perusahaan startup. Sebab, kantor-kantor yang bergerak di bidang kreatif memberikan keleluasaan kepada karyawan untuk tetap bisa aktif di luar pekerjaan utama, semisal dengan menjadi blogger, traveler, atau entrepreneur.
“Industri kreatif memang sedang berkembang luar biasa. Selain menawarkan ruang gerak yang fleksibel, industri ini memiliki variasi packaging yang bagus,” tegas Yoris Sebastian, penulis buku Creative Junkies, Founder & Creative Thinker OMG Consulting. Packaging yang ia maksud berkaitan dengan tempat kerja, manajemen, dan budaya kantor yang nyaman. Hal tersebut juga diikuti dengan sistem kerja yang jelas.
Yoris mencontohkan salah satu perusahaan kreatif: Tokopedia. Menurutnya, perusahaan e-commerce ini lebih fokus memberdayakan karyawan Indonesia ketimbang ekspatriat. Kalaupun merekrut karyawan asing, ia hanya bertugas mentransfer ilmu kepada karyawan Indonesia, bukannya muncul sebagai decision maker.
Setelah proses transfer ilmu selesai, kontrak karyawan asing tidak diperpanjang. Perusahaan tersebut akan lebih fokus memberdayakan karyawan lokal, termasuk memberikan upah dalam jumlah besar. “Memberikan gaji tinggi kepada karyawan bukan bentuk pemborosan, tapi merupakan cara perusahaan meningkatkan kualitas bisnis,” ujar Yoris.
Ia memprediksi, akan banyak titel unik dan profesi aneh di industri kreatif pada tahun 2016 nanti. Generasi millennial, yang lahir pada era ’80 hingga 2000-an, akan menjadi demografi terbesar di dunia pada tahun 2020 mendatang. Kondisi ini membuat perusahaan yang bergerak di industri kreatif tak segan menganggarkan dana besar untuk merekrut generasi millennial.
“Tapi, yang perlu diperhatikan, perusahaan di Indonesia harus mampu memelihara karyawannya dengan baik. Sebab bila tidak, putra-putri terbaik bangsa akan lebih memilih pindah kerja ke negara lain di kawasan Asia Tenggara,” ujar Yoris. Kemudahan bekerja di luar negeri disebabkan kondisi masyarakat ekonomi ASEAN yang telah membuka 1 paspor yang bisa berlaku di 10 negara. Tanpa visa kerja, pekerja kreatif bisa bekerja di Singapura, Malaysia, Thailand, maupun Filipina selama ia mampu dan mau bekerja dengan baik.
Tak mengherankan, menurut Yoris, tahun 2016 nanti akan terjadi persaingan ketat dalam industri kreatif di Asia Tenggara. Mereka yang terbiasa bekerja long hours, tangguh menghadapi tekanan, dan tak mudah mengeluh, akan makin bersinar.
Lalu, bagaimana dengan profesi di luar industri kreatif? Menurut Yoris, pamor pekerjaan nonkreatif mulai menurun. Kecuali bila profesi tersebut turut dibekali skill kreatif dan interaktif. “Profesi sekretaris, misalnya. Saat ini, perusahaan yang paham persaingan global akan membekali para sekretarisnya dengan skill berkomunikasi kreatif,” ujar Yoris.
Bahkan, di beberapa BUMN, sudah ada yang membekali para karyawannya dengan trip kreatif ke luar negeri untuk melihat dunia luar yang makin bergerak maju dan modern. “Kreativitas dan kemauan mengikuti tren adalah kunci semua profesi supaya bisa tetap bertahan,” imbuhnya. (f)