Foto: Dok. Keraton Yogyakarta
Tahukah Anda, tiap motif batik di tanah Jawa memiliki arti dan aturan pakainya masing-masing? Nah, salah satu tempat terbaik untuk melihat batik yang dikenakan oleh keluarga bangsawan adalah dengan berkunjung ke Keraton Yogyakarta.
Benar saja, tak hanya menyimpan keindahan arsitektur yang bisa dinikmati para wisatawan, keraton yang berdiri sejak tahun 1755 ini juga menyimpan koleksi kain batik klasik yang dipamerkan dalam satu ruangan khusus. Saat femina berkunjung beberapa waktu lalu, tampak di salah satu sudut teras sekelompok ibu-ibu paruh baya yang sedang duduk dan dengan telaten menggoreskan canting di atas sehelai kain. Segerombol wisatawan asing tampak terkagum-kagum melihat keindahan dan proses pembuatan batik tersebut.
Sejak batik resmi dinobatkan sebagai World Heritage atau warisan budaya Indonesia untuk dunia oleh UNESCO pada tahun 2009, batik makin terkenal. Tahun 2014, Yogyakarta juga dinobatkan sebagai Kota Batik Dunia oleh World Craft Council atau Dewan Kerajinan Dunia karena dinilai memiliki kriteria yang pantas untuk mengemban predikat sebagai kota batik, baik dalam hal nilai sejarah dan keasliannya.
Menikmati keindahan batik di dalam keraton, femina ditemani oleh K.P.H. Yudahadiningrat, Wakil Penghageng dari Parentah Hageng sekaligus Tepas Tandha Yekti, yang bercerita tentang jejak sejarah batik yang tercatat mulai tahun 1500. “Sunan Kalijaga memberi batik motif wahyu tumurun ciptaannya kepada Raden Patah saat akan dinobatkan menjadi raja,” ujar Yudahadiningrat, yang juga sepupu dari Sri Sultan Hamengkubuwono X. Batik bermotif bunga, mahkota, ubi jalar, dan burung tersebut, menurut Yudahadiningrat, melambangkan kualitas seorang pemimpin dan populer hingga kini.
Seperti dijelaskan oleh Yudahadiningrat, nilai yang sakral dan bersejarah dalam sebuah motif batik melahirkan aturan-aturan yang mengikat dalam penggunaannya, terutama di wilayah Keraton Yogyakarta. Misalnya saja, batik larangan atau awisan yang hanya boleh dipakai oleh seorang raja di lingkungan Keraton Yogyakarta. “Batik larangan ini ada dua, yaitu yang motif parang barong dan kawung barong. Motif batik keraton tersebut hanya boleh dipakai oleh seorang sultan,” jelasnya.
Motif parang barong dan kawung barong diciptakan oleh Sultan Agung, Raja Kesultanan Mataram yang memerintah pada periode tahun 1613 hingga 1645. Batik parang identik dengan motif beralur miring 45 derajat. Bentuk dan coraknya terus menyambung tanpa putus dengan perpaduan warna yang tegas. Sementara barong artinya singa, melambangkan sesuatu yang besar. Tak heran jika motif parang dalam batik parang barong memiliki ukuran yang besar, di atas 8 sentimeter.
Soal asal-usul motif parang, ada dua versi cerita. Cerita pertama menyebutkan, motif parang berasal dari pola bentuk pedang yang dikenakan para kesatria dan penguasa saat berperang. Sementara cerita kedua mengatakan, motif parang terinspirasi oleh gerak ombak laut Selatan yang menerpa karang.
“Motif parang barong bermakna bahwa seorang raja harus berhati-hati dalam bertindak, bijaksana, dan mengendalikan diri. Ini juga merupakan cermin kesadaran pemimpin sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Tuhan Yang Mahaesa,” kata Yudahadiningrat.
Sedangkan motif kawung barong berupa lingkaran seperti empat penjuru mata angin, dengan satu titik di pusatnya. Ini melambangkan utara, selatan, timur, dan barat. Kesatuan gambar ini bermakna sumber kehidupan. Utara melambangkan gunung tinggi, yang dalam budaya Jawa merupakan tempat bersemayam para dewa. Selatan melambangkan laut. Timur melambangkan awal kehidupan, dan Barat merupakan tempat terbenamnya matahari. “Titik yang ada di tengah adalah simbol raja. Pusat dari segalanya, yang harus mengayomi utara, selatan, timur, dan barat,” ujar Yudahadiningrat.
Hingga kini batik larangan masih mempertahankan tradisi dalam proses pembuatannya. Parang barong dan kawung barong dibuat dengan menggunakan pewarna alami dari tanaman soga. Hal ini juga menjadi ciri khas batik Keraton Yogyakarta yang memang menggunakan pewarna asli dari kulit pohon soga. Soga merupakan bahan utama untuk menghasilkan warna cokelat kekuningan dalam industri batik Jawa.
Tidak hanya penggunaannya yang diatur, perajin yang membuat batik larangan juga harus melakukan berbagai ritual sebelum mulai membatik motif larangan. Di antara, menjalankan puasa satu minggu sebelum mulai membatik, selain sesajen yang harus disediakan saat membatik. Berkeliling keraton, saya tidak hanya menyaksikan arsitektur keraton, tapi juga mengenal ragam informasi tentang batik, khususnya batik larangan. (f)
BACA JUGA:
Selasa Wagen, Daya Tarik Baru Jalan Malioboro
Art Jog MMXIX, Kritik Terhadap Ekosistem
Cicipi Gurihnya Mangut Lele Di Yogyakarta
Topic
#batiklarangan, #parangbarong, #kawungbarong