Sex & Relationship
Punya Pasangan Superteratur, Apakah Ia Mengalami Obsessive Compulsive Disorder?

1 Jan 2017


Foto: Pixabay
 
Banyak orang bilang, punya pasangan yang rapi itu menyenangkan. Di saat banyak istri lain kerepotan menertibkan barang-barang suami  yang tercecer, barang-barang Anda di rumah justru terjaga rapi di tempatnya dan jauh dari debu. Rumah pun selalu beraroma wangi. Tapi, bagaimana  kalau suami super-rapi cenderung mendikte Anda untuk melakukan kebiasaan rapi seperti dirinya, sementara Anda tertekan melakukannya?

Bila dikaitkan dengan gejala yang ada, seperti terobsesi pada keteraturan dan kebersihan, maka sekilas suami Anda menampakkan gejala OCD. Namun, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk sampai pada kesimpulan tersebut. 

Obsessive-Compulsive Disorder atau OCD adalah salah satu bentuk kelainan kecemasan klinis yang ditandai adanya perilaku obsesif (harus/tidak ada toleransi), yang berkaitan dengan perilaku kompulsif (melakukan sesuatu secara berulang-ulang seperti ritual). Perilaku kompulsif ini bertujuan untuk menetralisasi perilaku obsesifnya.

Hampir semua ahli sepakat bahwa segala jenis anxiety disorder (gangguan kecemasan, termasuk OCD) berkaitan dengan kegagalan attachment  (ikatan emosional yang kuat antara bayi dan pengasuhnya, baik orang tua maupun pengasuh sebenarnya). Attachment ini sangat dibutuhkan bayi di masa-masa awal kehidupannya di dunia.  Bila memiliki dasar attachment yang kuat, bayi akan merasa percaya diri karena merasa ada individu yang selalu siap melindunginya.
Dalam kehidupan sehari-hari, memang banyak perilaku yang seolah-olah tampak seperti menderita OCD. Misalnya, ada orang yang merasa tidak cukup satu kali memeriksa apakah pintu dan jendela sudah terkunci sebelum meninggalkan rumah. Atau, ada yang berkali-kali merapikan rambutnya karena tak ingin tampak berantakan di depan orang lain.

Namun, sampai batas-batas tertentu (seperti yang  disebutkan di atas), kondisi tersebut sebenarnya lebih tepat disebut perilaku perfeksionisme (penuntut kesempurnaan). Perlu diketahui, kecenderungan perfeksionis berbeda dengan perilaku OCD, meski sama-sama mengandung unsur kompulsif.
Seseorang baru bisa disebut OCD bila –antara lain—memiliki beberapa kecenderungan. Antara lain, obsesinya itu disebabkan oleh kecemasan yang sulit diterima akal sehat. Selain itu, juga terdapat pikiran, dorongan (impuls), dan bayangan  yang tidak berkaitan dengan masalah nyata  Bagi penderita OCD, semua itu berusaha ditekan atau dihilangkan  dengan pikiran atau perilaku lain yang bersifat kompulsif. Misalnya, bila ia tidak mencuci tangan setiap lima menit sekali, maka di kepalanya muncul pikiran ia akan terkena kuman dan  meninggal.

Advertisement
(Baca juga: Mengenal Tipe-Tipe OCD)

Ada ritual atau perilaku pasangan yang obsesif terhadap kebersihan dan keteraturan tidak terlalu dominan, misalnya terlihat dari kebiasaannya untuk hanya membenahi barang yang letaknya tidak pada tempatnya atau  membersihkan barang yang kotor saja. Orang itu pun tidak merasa terganggu akan perilakunya. Ia merasa orang lainlah yang tidak mau berkompromi. Padahal, penderita OCD merasa sangat terganggu dengan perilaku kompulsifnya, namun tidak berdaya untuk menghindarinya. Dengan melihat beberapa hal itu, perilaku semacam ini lebih pas digolongkan sebagai perfeksionisme. Apalagi, dikuatkan dengan pola asuh orang tua yang serba rapi dan teratur.

Dari sudut pandang psikologi, perfeksionisme adalah suatu keyakinan pada diri individu bahwa kesempurnaan dapat dan harus dicapai.  Dalam bentuk yang patologis (cenderung penyakit), perfeksionisme adalah suatu keyakinan pada diri seseorang bahwa segala sesuatu yang kurang sempurna tidak dapat diterima/ditoleransi. Orang lain yang tidak sepaham dengannya, dianggap tidak mau diajak menjadi lebih baik. Tak heran bila perilaku itu sering kali mengganggu interaksinya dengan orang lain. 

Perfeksionisme umumnya berakar dari pola asuh dalam keluarga yang cenderung otoritarian. Yakni, orang tua memberi kontrol yang kuat dan tuntutan yang tinggi pada anak-anaknya, dan dibarengi dengan cinta yang bersyarat (artinya, penghargaan dan cinta hanya akan diberikan bila anak menuruti keinginan orang tua).  Pola itu akan tertanam pada diri anak hingga dia dewasa.

Meski tidak berkaitan langsung dengan OCD, sebenarnya perfeksionisme merupakan salah satu ciri dari OCPD (Obsessive-Compulsive Personal Disorder).  Apa yang dimaksud dengan OCPD dan apa bedanya dengan OCD?  Jawabannya, kalau penderita OCD menyadari bahwa perilakunya memang tidak rasional dan ia menjadi tersiksa sendiri, penderita OCPD justru merasa nyaman dengan kondisinya. Akibatnya, sangat sulit meyakinkan kepadanya bahwa dia memiliki perilaku menyimpang.

Dengan kata lain, kalau OCD bersifat ego dystonic (penyimpangan tidak berkaitan dengan konsep diri penderita), maka OCPD bersifat ego syntonic (oleh penderita dianggap sebagai  bagian dari konsep dirinya, sehingga tidak dirasakan sebagai penyimpangan). Seorang perfeksionis yang menderita OCPD ditandai dari seringnya ia gagal dalam menyelesaikan tugas, karena selalu menganggap pekerjaannya kurang sempurna, sehingga tidak dituntaskannya.

Lantas, sejauh mana perfeksionisme dianggap masih normal? Dari sudut pandang psikologi; perfeksionisme bukanlah suatu penyimpangan, walau merupakan faktor yang mudah menimbulkan masalah  bagi orang lain dan  dirinya sendiri. Karena tidak bisa mencapai kesempurnaan seperti yang diinginkan, ia sering merasa dirinya gagal (meski tetap bisa menyelesaikan tugas). Dalam kasus ekstrem, dia bahkan bisa bunuh diri. (f)
 


Topic

#MasalahPernikahan

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?