Fiction
Gado-gado : Kebablasan

9 Feb 2019


ilustrasi: tania.
 
 “Kiri, kiri, Bang! Aduh… si Abang gimana, udah minta brenti dari tadi. Jadi jauh deh!” teriakku,  dari dalam angkot.
 
Sambil buru-buru menginjak rem, si sopir menyahut, ”Ya, enggak apa-apa, Neng, anggap aja bonus. Bayarnya enggak usah nambah, saya ikhlas, kok.” Aku yang tadinya gondok, jadi menahan senyum.
 
Kebablasan atau turun melewati tujuan saat naik angkutan umum sering kualami. Bukan karena sopir terlambat menginjak rem, tapi lebih sering karena aku yang terlambat kasih aba-aba berhenti. Maklum, selain jalan susah dikenali, angkotnya juga lebih banyak ngebut. Terutama saat awal-awal mengakrabi jalanan ibu kota. Profesiku mengharuskan naik angkutan umum tiap hari dengan rute berbeda untuk memburu narasumber.

Berbagai jurus pun kupakai agar tidak kebablasan.
 
Minimal tidak sampai kejauhan, sampai harus naik angkot arah sebaliknya. Tip aman yang pertama adalah mempersiapkan diri sebelum naik angkot. Kalau masih sempat, bisa bertanya kepada rekan senior sehari sebelumnya. Kalau enggak sempat, bisa tanya-tanya sambil jalan.
 
Saat itu memang belum zamannya mbah gugel, jadi tidak semua yang kutanyakan selalu ada jawabannya. Namun kuakui, yang paling sering dilakukan, aku berangkat tanpa persiapan, hanya bermodal improvisasi.
 
Pesan dulu kepada sopir ataupun kenek saat naik, juga kerap kulakukan. Tapi, ini pun belum menjamin aman dari kebablasan. Suatu saat, saking lamanya perjalanan menuju suatu tempat, aku pun mengulang pesanku kepada si sopir.
 
Alamak, rupanya si sopir angkot lupa!

Gini aja, Neng, nyebrang, terus naik angkot yang ke sana lagi, ya,” kata pak sopir tanpa rasa bersalah. Duh!
 
Rupanya, tak boleh mengandalkan sopir semata. Sejak saat itu, aku jadi ragu kalau memberi pesan kepada awak angkot. Kalaupun terpaksa, aku jadi cerewet, terus bertanya. Maksudnya, sih, sembari mengingatkan si sopir. Meski sudah pesan untuk diturunkan di tempat tujuan, mata tetap awas mengamati jalanan.
 
Aku masih punya cara lain untuk menghindari kebablasan. Sok akrab dengan penumpang sebelah. Setelah basa-basi yang lumayan basi, ujung-ujungnya nanya alamat atau halte tempat aku harus turun.
 
Nasib baik kalau mereka tahu alamat yang kita tuju. Pernah ketemu penumpang baik hati, dia menjelaskan dengan lengkap dan jelas di mana aku harus turun. Aku merasa senang, aman. Tapi rupanya, dia turun duluan, dan…. aku tetap kebablasan karena lupa dengan patokan yang diberikan tadi, hihihi….
Advertisement
 
Urusan kebablasan akan menjadi gawat kalau waktu sudah mepet. Narasumber sudah menunggu di tempat tujuan, sementara aku masih repot dengan acara kebablasan. Bayangkan bagaimana jauhnya menyeberangi jalanan utama ibu kota, untuk naik kendaraan arah sebaliknya dan kembali menyeberang karena tujuan kita berada di sebelah kiri jalan!

Tapi, ini masih mending, ketimbang kebablasan lalu harus mengambil rute yang lain untuk kembali ke tempat tujuan, berhubung tidak ada angkot arah sebaliknya alias jalan satu arah.
 
Kebablasan yang paling aneh bin konyol terjadi waktu aku mau ke Bogor. Kali ini bukan di angkot, tapi di KRL! Pagi-pagi berangkat dari Stasiun Depok, untuk meliput pelantikan seorang pejabat. Karena acara tepat jam delapan pagi, aku pun berangkat jam setengah enam.
 
Mengambil posisi enak di pinggir, lalu duduk manis. Celotehan rombongan pelajar di sebelahku lama-lama terdengar pelan. Laju kereta yang stabil makin membuaiku ke tidur yang dalam.
 
Begitu bangun, kutengok jendela dan kulihat jajaran pohon bambu sepanjang rel.

Hah? Enggak salah, nih? Ini kan Stasiun Pasar Minggu? Ya, ampun, jadi aku naik kereta jurusan Bogor, ikut terbawa kereta berangkat lagi ke arah Kota. Melewati Stasiun Depok lagi dan aku tetap tertidur sampai Pasar Minggu!
 
Kebablasan yang sempurna!
 
***
 
Retnowati Suparjan – Jakarta
 
Kirimkan Gado-Gado Anda maksimal tulisan
sepanjang tiga halaman folio, ketik 2 spasi.
Nama tokoh dan tempat kejadian boleh fiktif.
Kirim melalui e-mail: kontak.femina@pranagroup.id atau
Pos ke Femina (Prana Group), Jl. Mampang Prapatan Raya No. 75 Lt 7, Mampang Prapapatan, Jakarta, 12790, tuliskan di kiri atas amplop: Gado-Gado
 
 



Topic

#fiksi, #gadogado

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?