
Foto: Fotosearch
Ketika Yoga ketahuan selingkuh, Ajeng bersumpah akan membalas rasa sakit hati yang dia rasakan kepada pacarnya itu. Segala cara dilakukan agar Yoga menderita, yaitu melakukan selingkuh balasan sampai menyebar gosip buruk. Hari-harinya dilalui dengan memikirkan beragam cara untuk balas dendam. Ya, sakit hati sering kali menimbulkan dendam. Rasanya nggak puas, tuh, kalau orang yang menyakiti kita belum menerima balasan. Bahkan kalau perlu, mereka harus lebih menderita daripada kita, he he he. Wajar nggak, ya, menyimpan perasaan seperti ini?
Nggak kreatif
Menurut psikolog Nessi Purnomo, merasa marah, sakit hati, serta kecewa merupakan hal yang sangat manusiawi. Setiap orang pasti pernah merasakannya karena merupakan bagian dari perwujudan emosi.
“Rasa sakit hati mulai nggak wajar jika sudah menghambat keseharian kita. Bukannya berusaha melupakan, kita malah memikirkannya setiap saat sampai nggak fokus pada hal lain. Lebih parah lagi kalau kita jadi berpikiran untuk membalas dendam.”
Memelihara dendam sama halnya dengan menyimpan perasaan negatif dalam diri kita. Akibatnya, kita kehilangan kemampuan untuk melihat sesuatu dari sisi positif. Yang ada di kepala kita hanya berbagai cara untuk menjatuhkan musuh. Eits, ini jangan diganggap bagian dari kreativitas, ya!
“Ketika pikiran dipenuhi berbagai cara menjatuhkan orang lain, itu bukan berarti kita berpikir kreatif. Justru kita malah gagal mengembangkan diri karena pikiran kita stuck di masalah itu secara terus-menerus. Kalau sudah begitu, gimana bisa maju?”
Cenderung ansos
Kebiasaan menyimpan dendam nggak muncul begitu saja. Biasanya, ini karena pengaruh lingkungan masa kecil kita.
“Misalnya, ketika kecil kita melihat kakak kita disakiti orang lain dan dia bilang, ‘Tunggu pembalasan gue!’. Langsung, deh, tertanam dalam pikiran kita kalau perlakuan jahat harus dibalas. Akan semakin parah lagi jika kita tipe orang sensitif yang selalu melakukan sesuatu berdasarkan perasaan.”
Jika sifat pendendam terjadi sejak masih kecil, nggak tertutup kemungkinan kita menjadi orang yang antisosial (ansos) ketika dewasa.
"Orang yang menyimpan dendam selalu berusaha mencari pembenaran atas perbuatannya menyakiti orang lain. Dia akan bercerita tentang keburukan musuhnya itu sampai orang lain berpikiran sama dengannya. Ketika orang lain nggak setuju, dia akan memilih untuk menghindar.”
Nah, jika kebiasaan ini dibiarkan, lama-lama dia bisa menjadi ansos, tuh.
Hilangkan segera…
Sebelum pikiran dan hati kita kelelahan, biasakan untuk melepaskan dendam. Menurut Nessi, ada beberapa tahapan yang bisa dilakukan:
1/ Cari sumbernya
Ketika ada orang lain melakukan hal buruk kepada kita, cari tahu penyebabnya. Bisa jadi masalah awalnya berasal dari kita.
2/ Forgiven, not forgotten
Hilangkan kebiasaan berpura-pura memaafkan kalau di hati masih terasa mengganjal. Lebih baik tunggu sampai emosi mereda supaya kita tulus memberi maaf. Terpaksa memberi maaf membuat kita semakin kesal.
3/ Luapkan, deh!
Akui kalau kita merasa sakit hati. Luapkan perasaan itu kepada orang terdekat agar perasaan kita lebih lega. Atau, bisa juga kita tuliskan di kertas. Yang terpenting, emosi negatif itu harus keluar dari hati kita.
4/ Jaga jarak
Jika berdekatan dengan orang yang membuat kita sakit hati bisa memancing dendam, lebih baik kita menjaga jarak. Kalau perlu, kita nggak menemuinya dulu sampai rasa dendam kita hilang. (f)
Baca juga:
Belajar Memaafkan
4 Alasan Pentingnya Meminta Maaf Dalam Suatu Hubungan
Cara Mengusir Dendam Gara-Gara Jadi Korban Bullying Sewaktu Kecil
Fanny Indriawati
Topic
#moveon