
Foto: 123RF
Saat lutut dan tulang punggung yang bertugas sebagai penopang tubuh cedera, otomatis mobilitas tubuh pun terganggu. Cedera tulang belakang yang mengakibatkan saraf terjepit di antara ruang tulang belakang, kalau terlambat ditangani efeknya bisa macam-macam, mulai dari rasa kesemutan, nyeri, kebas, hingga kelumpuhan parsial. Dampaknya bukan hanya pada kaki, tapi juga bisa memengaruhi saluran pembuangan urine, misalnya jadi sulit mengontrol keinginan buang air kecil.
Selain itu, ketika terjadi cedera di salah satu bagian itu, tanpa sadar seseorang akan membebankan bobot tubuhnya ke bagian lain yang tidak sakit. Jika terlambat diatasi, bagian tubuh lain bisa ikut mengalami kerusakan karena menahan bobot lebih berat dari yang seharusnya. Inilah sebabnya, lutut dan tulang belakang perlu mendapat perhatian lebih ketika cedera.
Sayangnya, tidak sedikit orang yang cedera menunda-nunda untuk datang ke dokter. Alasan pertama yang sering dilontarkan adalah ‘takut dioperasi’. Padahal, jika ditangani tepat waktu, tidak semua cedera harus dioperasi. Justru, penundaan itu membuat kondisi makin parah hingga akhirnya harus dioperasi.
Alasan kedua, ‘takut disuruh berhenti olahraga’. Menurut dr. Angelica, persepsi ini salah. Cedera justru bisa dipulihkan dengan melatih bagian tubuh lain yang masih sehat. “Bukannya berhenti total, tapi hanya mengistirahatkan bagian yang cedera,” jelas dr. Angelica. Dengan begitu, Anda bisa mempersiapkan otot tubuh lain untuk membantu penyembuhan bagian yang cedera.
Tentu saja butuh waktu yang beragam pada tiap orang, dan belum tentu bisa pulih sepenuhnya. Seperti Deviyanti, meski sudah cedera sejak 2 tahun lalu, ia belum pulih sepenuhnya. Rasa nyeri masih terasa, terutama dalam kondisi jalanan menurun karena bobot tubuh condong ke depan.
Untuk mengalahkan nyeri, Deviyanti melakukan posisi lunges untuk meningkatkan kekuatan otot paha depan. Otot ini merupakan komponen penting untuk menjaga kestabilan dan meningkatkan peredaran darah pada sendi. “Sekarang saya sudah bisa lari lagi, tapi lebih hati-hati. Kalau sudah nyeri sedikit, langsung berhenti,” tutur Deviyanti.
Tendon dan ligamen lebih kecil dan lebih kaku dari otot. Aliran darah yang membawa nutrisi dan oksigen ke bagian tersebut juga sangat minim, sehingga regenerasi sulit terjadi. Kalaupun regenerasi terjadi, prosesnya lama dan hasilnya tidak akan sempurna. Berbeda jika cedera terjadi pada otot lutut.
Mereka yang sudah pernah cedera mau tak mau memang harus menyesuaikan diri dan rela untuk melakukan perubahan, jika tak ingin cedera lagi. Prihandini hingga saat ini tidak disarankan membawa beban berat dan menghindari gerakan lari serta melompat yang akan membebani tulang belakang. Ia memilih pilates untuk menguatkan otot sekitar perut dan punggung (core muscle) secara bertahap. Kekuatan otot perut yang baik dapat mengurangi tekanan pada tulang belakang. “Nyeri sudah hilang, saya tetap rutin pilates, berenang, dan sudah bisa diving lagi. Bonusnya, postur tubuh saya jadi lebih baik,” ujar Prihandini.
Memang, menurut dr. Angelica, otot-otot sekitar lutut dan tulang belakang yang kuat sangat penting peranannya dalam mencegah cedera. Dengan begitu, lutut dan tulan belakang tidak bekerja sendiri. (f)
Selain itu, ketika terjadi cedera di salah satu bagian itu, tanpa sadar seseorang akan membebankan bobot tubuhnya ke bagian lain yang tidak sakit. Jika terlambat diatasi, bagian tubuh lain bisa ikut mengalami kerusakan karena menahan bobot lebih berat dari yang seharusnya. Inilah sebabnya, lutut dan tulang belakang perlu mendapat perhatian lebih ketika cedera.
Sayangnya, tidak sedikit orang yang cedera menunda-nunda untuk datang ke dokter. Alasan pertama yang sering dilontarkan adalah ‘takut dioperasi’. Padahal, jika ditangani tepat waktu, tidak semua cedera harus dioperasi. Justru, penundaan itu membuat kondisi makin parah hingga akhirnya harus dioperasi.
Alasan kedua, ‘takut disuruh berhenti olahraga’. Menurut dr. Angelica, persepsi ini salah. Cedera justru bisa dipulihkan dengan melatih bagian tubuh lain yang masih sehat. “Bukannya berhenti total, tapi hanya mengistirahatkan bagian yang cedera,” jelas dr. Angelica. Dengan begitu, Anda bisa mempersiapkan otot tubuh lain untuk membantu penyembuhan bagian yang cedera.
Tentu saja butuh waktu yang beragam pada tiap orang, dan belum tentu bisa pulih sepenuhnya. Seperti Deviyanti, meski sudah cedera sejak 2 tahun lalu, ia belum pulih sepenuhnya. Rasa nyeri masih terasa, terutama dalam kondisi jalanan menurun karena bobot tubuh condong ke depan.
Untuk mengalahkan nyeri, Deviyanti melakukan posisi lunges untuk meningkatkan kekuatan otot paha depan. Otot ini merupakan komponen penting untuk menjaga kestabilan dan meningkatkan peredaran darah pada sendi. “Sekarang saya sudah bisa lari lagi, tapi lebih hati-hati. Kalau sudah nyeri sedikit, langsung berhenti,” tutur Deviyanti.
Tendon dan ligamen lebih kecil dan lebih kaku dari otot. Aliran darah yang membawa nutrisi dan oksigen ke bagian tersebut juga sangat minim, sehingga regenerasi sulit terjadi. Kalaupun regenerasi terjadi, prosesnya lama dan hasilnya tidak akan sempurna. Berbeda jika cedera terjadi pada otot lutut.
Mereka yang sudah pernah cedera mau tak mau memang harus menyesuaikan diri dan rela untuk melakukan perubahan, jika tak ingin cedera lagi. Prihandini hingga saat ini tidak disarankan membawa beban berat dan menghindari gerakan lari serta melompat yang akan membebani tulang belakang. Ia memilih pilates untuk menguatkan otot sekitar perut dan punggung (core muscle) secara bertahap. Kekuatan otot perut yang baik dapat mengurangi tekanan pada tulang belakang. “Nyeri sudah hilang, saya tetap rutin pilates, berenang, dan sudah bisa diving lagi. Bonusnya, postur tubuh saya jadi lebih baik,” ujar Prihandini.
Memang, menurut dr. Angelica, otot-otot sekitar lutut dan tulang belakang yang kuat sangat penting peranannya dalam mencegah cedera. Dengan begitu, lutut dan tulan belakang tidak bekerja sendiri. (f)
Topic
#olahraga