
“Bayangkan, bagaimana perasaan orang yang melihatnya. Tidak semua teman kita punya pasangan. Barangkali ada yang baru ditinggalkan pasangannya karena perceraian atau kematian. Bahkan, banyak juga yang sulit mendapatkan pasangan dan telah jomblo bertahun-tahun. Memamerkan kemesraan seperti itu hanya akan menyakiti hati orang-orang yang tak punya pasangan,” tukas Monica.
Jika sampai terjadi perpisahan, bagaimana seharisnya menjaga laku dan ucap di media sosial? Agar tak membuat keruh keadaan, sebaiknya memang tak perlu lagi umbar curhat, memaki-maki pasangan atau melabrak selingkuhan. Karena itu semua tak ada gunanya, hanya akan menjadikan citra diri kita menjadi lebih buruk. Untuk menumpahkan perasaan negatif, Monica menyarankan untuk membuat akun anonim di internet. "Di situ bebas mau memaki, menangis, mengumpat. Sakit hati mereda dan nama baik pun tetap terjaga," sarannya.
Menurut Nukman Luthfie, online strategist, foto berdua yang telah diambil atau diposting memang menjadi hal milik masing-masing dan sulit ditarik kembali. "Itulah alasannya mengapa kita perlu menyeleksi foto untuk diunggah. Mana foto yang pantas untuk dilihat semua orang dan mana yang sebaiknya hanya disimpan sebagai koleksi pribadi."
Hal ini juga berlaku untuk kata-kata. "Sebaiknya jangan terlalu lebay menunjukkan kemesraan pada pasangan di media sosial. Kita tidak pernah tahu kelanggengan hubungan kita. Jangan sampai mempermalukan diri sendiri ketika sebetulnya banyak orang tahu pasangan tak setia, dan mereka akhirnya hanya mengasihani diri kita," kata Monica.
Pada akhirnya, kita harus menyadari bahwa media sosial adalah ruang publik. Bukan hanya kita yang melihat, tapi semua orang. Apa pun yang telah terunggah, tidak akan bisa dengan mudah terhapus, sebab digital foot print-nya masih tersimpan. Jangan sampai akhirnya posting-an tersebut menjadi duri dalam daging bagi kita di kemudian hari. (f)