
Dok. Pexels
Tidak ada pernikahan yang sempurna dan bebas dari masalah selamanya. Di masa kini, pernikahan memiliki tantangan yang berbeda daripada generasi-generasi sebelumnya dan parameter yang berbeda pula dalam menghadapinya. Pandangan tentang perselingkuhan dan perceraian telah berubah. Lantas bagaimana mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan pernikahan?
Menilik data Kementerian Agama tentang angka perceraian yang meningkat 16 hingga 20 persen pada tahun 2016 dibanding tahun 2009, kelihatannya relasi pernikahan di era modern ini lebih berat.
Seorang psikolog sosial dari Northwestern University, Eli J. Finkel, dalam sejumlah penelitian yang ia cantumkan dalam buku The All of Nothing Marriage: How the Best Marriage Work (2017), menyimpulkan bahwa bagi pasangan modern kehidupan pernikahan memang terasa lebih berat, dan 42 persen pernikahan berakhir dengan perceraian.
Menurut Finkel, gaya hidup dan budaya modern turut memengaruhi bagaimana seseorang melihat pernikahan dalam 100 tahun terakhir. Ada harapan yang tinggi dalam masyarakat zaman sekarang bahwa pasangan mereka akan mengizinkan mereka untuk ‘tumbuh’, seperti mengejar karier, walau sudah menikah, melanjutkan sekolah, meski menjadi ibu rumah tangga, atau tetap bekerja, meski sudah memiliki anak, dan lain sebagainya.
Harapan ini membuat banyak orang memercayakan pasangannya untuk dapat mengejar kepuasan diri dan ambisi. Sayangnya, ini justru memberikan tekanan pada pernikahan.
Harapan terhadap pernikahan kini, menurut konselor pernikahan, Adriana S. Ginanjar, memang sudah berbeda. “Pada dasarnya, suami lebih ingin berperan sebagai imam/pemimpin. Sementara istri modern sekarang ini justru menginginkan sebuah relasi suami istri yang egaliter (sederajat),” tuturnya.
Misal, jika suami dan istri sama-sama bekerja, tentunya istri menginginkan peran mengasuh anak juga dibagi sama adil. Jika istri ikut membantu kondisi finansial rumah tangga dengan bekerja, mereka juga ingin lebih memiliki peran dalam mengambil keputusan di kehidupan pernikahan mereka.
“Ini menjadi sulit dalam pernikahan yang masih didominasi budaya patriarkat, yang mana suami masih mengambil peran sebagai pembuat keputusan. Kalau dulu kan istri nurut saja apa kata suami. Wanita modern zaman sekarang tidak lagi ingin seperti itu,” jelasnya lagi.
Menurut Adriana, saat ini sebagian masyarakat melihat pernikahan dalam perspektif yang berbeda. Jika generasi sebelumnya nilai-nilai pernikahan dijunjung tinggi dan perceraian dianggap tabu – terlebih dengan status janda yang selalu dikonotasikan negatif – maka sekarang kondisinya berbeda.
Modern ini, nilai pernikahan bukan lagi dilihat pada kesakralannya, tapi sejauh mana pernikahan tersebut dapat memenuhi ekspektasi kebutuhan atau kebahagiaan mereka.
“Artinya, jika pernikahan tersebut dinilainya tidak memuaskan dan banyak masalah, maka mereka akan berpikir untuk keluar saja dari pernikahan tersebut. Mereka akan berpikir, buat apa menghabiskan waktu dalam pernikahan yang tidak menyenangkan,” jelas Adriana, yang menilai bahwa masyarakat modern memiliki ekspektasi yang tinggi pada pernikahan. (f)
BACA JUGA :
Jika Ini Alasan Anda Menikah, Sebaiknya Pertimbangkan Kembali
Cinta Saja Tidak Cukup. Ini Hal yang Perlu Anda Persiapkan Sebelum Menikah
Suami Jatuh Dalam Godaan
Cinta Saja Tidak Cukup. Ini Hal yang Perlu Anda Persiapkan Sebelum Menikah
Suami Jatuh Dalam Godaan
Topic
#pernikahan