Trending Topic
Kecanduan Game

4 Dec 2013


Berbicara tentang gamer, tak bisa dipungkiri, ada konotasi negatif. Orang dewasa yang kecanduan game bisa-bisa dianggap kurang kerjaan, tidak profesional, menelantarkan aktivitas yang lebih produktif lainnya.
   
Terlebih lagi, jika yang menjadi gamer itu seorang mama, cibiran kian bertambah kencang. Jangan-jangan, anaknya nggak keurus. Atau, anaknya pasti disodori game terus supaya si ibu juga bisa main game.

Padahal, ada kritik dari para psikolog di dunia, game banyak keburukannya bagi tumbuh kembang anak. Yang paling menyeramkan, game bisa menimbulkan kecenderungan untuk berlaku kekerasan. Salah satu contohnya adalah Adam Lanza, pelaku penembakan siswa SD Sandy Hook, Amerika yang menewaskan 12 murid. Perilaku Adam diduga dipengaruhi oleh hobinya main game yang sering menampilkan adegan kekerasan seperti Call of Duty dan Grand Theft Auto.

Mengenai hal ini, Marlin Sugama dari Main STudio, menggarisbawahi, pada dasarnya segala sesuatu yang berlebihan itu tentu tidak baik. Jadi, dalam hal ini, game tidak bisa menjadi kambing hitam atas perilaku negatif. “Sebetulnya, bukan salah game-nya, melainkan orangnya yang tidak bisa mengendalikan diri,” tegas Marlin yang mengajar tentang game di Universitas Bina Nusantara ini.

Apalagi bagi para mama, tidak bisa dipungkiri para mama masa kini mengasuh dan membesarkan digital kid, anak-anak yang dari lahir dan bayi sudah terpapar teknologi digital dan sudah menggunakannya sejak dini. Bagi banyak ibu, mengasuh anak digital tentu punya tantangan tersediri, lebih-lebih bagi para ibu yang masih generasi X, yaitu generasi yang lahir antara tahun 1965-1979, yang ketika kecil tidak terpapar teknologi digital secara massif.   
   
Menurut Marlin yang juga ibu dari dua orang anak yang berusaia 12 tahun dan 9 tahun, justru ketika seorang ibu mengetahui dan memahami teknologi –di antaranya game- bisa membuat si anak lebih bangga dan senang. Hal itu terjadi pada hubungan antara diri dan kedua anaknya. Ia mendapatkan bukti bahwa ia dianggap mama yang cool oleh anak serta teman-teman anaknya karena update dengan apa yang terjadi saat ini. “Untungnya lagi, saya bisa menjadi rujukan anak-anak untuk bertanya, game mana yang cocok dan seru untuk usia mereka,” tuturnya, tersenyum.
   
Tetapi, tentu saja ada kompromi-kompromi yang dilakukan antara Marlin dan anak-anak. Misalnya, soal jadwal main game juga jenis game yang boleh dimainkan. “Daripada dilarang-larang, nanti mereka bisa ngumpet-ngumpet main dan justru kita kehilangan kesempatan untuk mengontrolnya,” imbuhnya.
Listyo juga sepakat bahwa komunikasi yang baik dengan anak memang dibutuhkan, orangtua harus tahu tentang kebiasaan bermain game online.

“Namun, tidak berarti orang tua harus mengalami sendiri. Minimal dengan menemani anak saat bermain game merupakan hal penting karena itu bentuk family techno system. Family techno system itu adalah upaya atau cara membuat aturan atau mengatur pola perilaku dalam keluarga saat anggota keluarga berinteraksi dengan teknologi termasuk bermain game,” tuturnya.

Tetapi, Listyo juga berpendapat, bila anak dan orang tua dapat bermain game bersama itu lebih baik, karena orang tua dapat mendampingi anak secara langsung.  “Orang tua bisa memberikan penjelasan tentang permainan tersebut, membantu anak-anak mengetahui atau membedakan kenyataaan dan apa yang ada di game, dan dapat mengetahui karakter anak saat bermain game. Karakter atau prilaku anak yang sebenarnya dapat diketahui melalui suatu aktivitas yang menyenangkan karena anak dapat bebas berekspresi,” jelasnya. Namun, waktu bermain yang harus disiapkan tepat waktunya dan kondisi yang sesuai. (f)