Foto: Shutterstock
Di tengah jalan, bus yang ditumpanginya tiba-tiba dihentikan dua penembak Taliban, yang kemudian masuk ke dalam bus dan memberondong Malala dengan peluru. Kepala, leher serta bahu gadis yang saat itu berusia 15 tahun terluka parah. Malala menjadi target karena sejak tahun 2008, pemimpin Taliban setempat, Mullah Fazlullah, mengeluarkan peringatan bahwa semua pendidikan perempuan harus dihentikan atau yang melanggar akan menanggung akibatnya.
Tubuh penuh luka Malala diterbangkan ke rumah sakit militer di Peshawar untuk menjalani operasi. Lukanya yang parah membuat ia dikirim ke rumah sakit di Ibukota Islamabad untuk menjalani operasi kepala dengan membuang sebagian dari tulang tengkoraknya. Pada 15 Oktober 2012 ia dibawa ke Inggris untuk perawatan dan rehabilitasi lebih lanjut. Gadis 15 tahun itu benar-benar berada dalam situasi antara hidup dan mati, hanya karena keinginannya bersekolah.
Taruhan Nyawa
Konflik senjata selalu memakan korban, terutama perempuan dan anak-anak. Seperti dilaporkan Al Jazeera (16/8/2121), ketika Taliban pada awal Juli lalu merebut Kandahar dari pemerintah resmi Afghanistan, mereka memasuki kantor Bank Azizi dan memerintahkan pegawai perempuan untuk pulang. Bahkan orang-orang bersenjata itu ikut bersama mereka sampai rumah masing-masing dan memerintahkan para pegawai perempuan itu untuk tidak lagi kembali ngantor. Sebagai gantinya, anggota keluarga laki-laki mereka bisa menggantikan posisi mereka di kantor.
Al Jazeera juga menuliskan ketika Taliban berkuasa pada tahun 1996 - 2001, perempuan memang mendapat tekanan luar biasa. Mereka tidak diperbolehkan bekerja, anak perempuan dilarang sekolah, dipaksa menikah, diwajibkan mengenakan burqa untuk menutup wajah, dan tidak diperkenankan keluar rumah tanpa didampingi laki-laki yang masih muhrim. Berani melawan? Ada hukuman berat, seperti dicambuk dan dipermalukan.
“Sungguh aneh tidak diizinkan bekerja, tapi inilah yang terjadi sekarang. Saya belajar sendiri cara mengoperasikan komputer dan bahasa Inggris, tetapi sekarang saya harus mencari tempat bekerja yang pegawainya wanita,” ujar Noor Khatera (43), seorang karyawan di Bank Azizi seperti dikutip Al Jazeera. Ini juga menjadi tanda bahwa hak-hak dasar yang telah dimiliki wanita Afghanistan sejak 20 tahun lalu kini mulai lepas satu persatu dari tangan.
Baca Selanjutnya: Hanya Perlu 1 Anak Perempuan!
Topic
#anak, #pendidikan, #internasional