19 Jan 2017

Zona Pilihan Mediana Putri Tribrata

Foto: Nicky Gunawan

Berpindah-pindah tempat tinggal di berbagai negara sejak kecil sempat membuat Mediana Putri Tribrata (18) tidak menyadari passion dan fokus hidupnya. Namun, ia selalu tahu bahwa belajar dan mengekspresikan diri di depan kamera membuatnya lebih bersemangat. Kali ini, ia memutuskan untuk tidak mengabaikan dorongan ini. Keputusan itu membawanya pulang ke kota kelahirannya, Jakarta, dan menyabet gelar Pemenang III dan Best Presenting di ajang Wajah Femina 2016.
 
Menempa Diri
Ketika semua finalis sibuk menyimak penuturan Becky Tumewu di kelas Table Manner, pikiran Mediana justru melayang ke masa depan, beberapa tahun dari sekarang. Di kepalanya, ia membayangkan dirinya berdiri sebagai seorang presenter andal yang memiliki bisnis sekolah komunikasi, persis seperti Becky.
 
And then I realized, ternyata bisa, ya, menggabungkan passion dengan bisnis dan menjadi sukses seperti Becky. Pikiran saya langsung terbuka, saya mau mengombinasikan ilmu hospitality management yang saya punya,dengan bisnis dan dunia entertainment,” ungkap Mediana berapi-api, menuturkan momen pencerahannya ini kepada femina.
 
Wanita kelahiran 12 Mei 1998 itu tidak sungkan mengakui bahwa dirinya agak terlambat menyadari potensi itu. Sejak usia lima tahun, hari-harinya memang lebih banyak ‘disibukkan’ oleh usahanya beradaptasi di lingkungan dan budaya baru. Mengikuti tuntutan pekerjaan sang ayah tiri Claude Dichtel di bidang transportasi udara, Mediana bersama ibunya, Meiske Yulianty Dichtel, dan kakaknya, Dimas Anandhika Tribrata,
berpindah-pindah dari Jakarta ke Bangkok-Thailand, Taipei-Taiwan, Shanghai-Cina, Manila-Filipina, dan Toulouse- Prancis.
 
“Keluarga kami berpindah-pindah tiap dua tiga tahun sekali. Jadi, kegiatan saya tiap hari cuma ke sekolah, pulang, bikin PR, main sebentar, lalu tidur. Saya harus banyak belajar agar bisa survive di berbagai kota yang saya tinggali. Kalau tidak survive dan cuma bisa menangis tiap kali ada masalah, saya tidak bisa jadi apa-apa nanti,” ungkap pemilik akun Instagram @mtribrata ini.
 
Beradaptasi dengan lingkungan dan budaya baru dirasakan sangat berat oleh Mediana kecil. Salah satu yang terberat ia alami saat pertama kali masuk sekolah internasional Prancis di Taipei, yang semua siswanya menggunakan bahasa Prancis. “Saya waktu itu satu-satunya siswa dari Indonesia, tidak bisa bahasa Prancis sama sekali. Kalau di luar sekolah pun semua petunjuk jalan menggunakan bahasa Mandarin. Saya belum mengerti, semuanya asing,” kenang wanita yang menekuni pendidikan hospitality management ini, tertawa.
 
Kesulitan beradaptasi seperti itu kerap membuat Mediana kecil menangis dan stres. Apalagi, ia harus mengalami itu di tiap kota baru yang ia tinggali. Tiap kali ia mulai punya teman dan merasa nyaman di suatu tempat, keluarganya harus pindah lagi. Kedua orang tuanya juga tidak pernah berusaha memanjakan putrinya itu. Mereka justru menjadikan fase sulit itu sebagai sarana untuk menguatkan mental Mediana.
 
“Bukannya menenangkan saya yang sedang menangis, Mama dan Papa malah mengajarkan saya untuk memahami bahwa you can’t always get what you want,” ujarnya, mengenang masa kecilnya.

Padahal, di usia yang baru 6 tahun saat itu, seperti anak-anak lainnya, ia ingin dibujuk-bujuk saja, dengan mainan atau makanan kesukaannya agar tenang. Tetapi, justru dengan cara keras ini, mental Mediana tertempa. 

Meski sulit, sejak kecil Mediana sudah harus mengerti bahwa fase-fase kehidupan ini nanti akan membuatnya menjadi pribadi yang lebih kuat. Terbukti, ketekunannya membuat ia berhasil lulus dengan predikat highest honor dari sekolah Lycée D’ Occitanie de Toulouse di Prancis tahun ini.
 
Titik Balik
Pencapaian akademisnya ini menjadi titik balik dalam kehidupan Mediana. Lulus dengan predikat terbaik tentu saja membanggakan dan membahagiakan, tapi ia hanya merasakannya sebagai sesuatu yang sudah menjadi keharusan. Ia menyadari, ada kebahagiaan yang kurang.
 
“Saya ingin merasakan kebahagiaan yang lebih personal. Dan itu cuma bisa saya wujudkan kalau saya menjalani hal yang benar-benar saya inginkan sejak kecil, mencoba dunia entertainment,” ungkap wanita yang sejak kecil diam-diam bercita-cita tampil di sampul depan majalah ternama.
 
Impiannya ini mulai menjelma saat ia terpilih menjadi salah satu dari 20 finalis Wajah Femina 2016. Mediana mengaku sangat bahagia! Kini, passion dan fokus hidupnya mulai terkuak, dan ia memutuskan untuk menjalani tiap tahapnya hingga cita-citanya teraih.

Langkah pertamanya adalah dengan memutuskan untuk menetap di Jakarta. Ia bertekad untuk memadati hari-harinya dengan usaha meningkatkan kualitas diri. Salah satunya, dengan rencana kuliah S-1 Ilmu Komunikasi agar bisa melanjutkan S-2 Ilmu Komunikasi di London School of Public Relations yang ia terima sebagai hadiah kemenangan Wajah Femina 2016.
 
“Ilmu komunikasi itu bukan sekadar cuap-cuap di depan umum. Kemampuan berbahasa saja belum cukup. Memahami teknik komunikasi yang baik akan membuat seseorang lebih percaya diri dan bisa menyampaikan informasinya dengan tepat sasaran,” ujar Mediana, yang kelak ingin punya acara talk show sendiri.
 
Selain dunia presenting, wanita bertinggi badan 166 cm ini rupanya juga jatuh cinta pada dunia akting. Ia sangat terinspirasi dengan perjalanan karier Chelsea Islan yang berhasil memerankan berbagai karakter di berbagai genre film, seperti di Rudy Habibie, 3 Srikandi, dan Headshot.
 
“Di kelas akting Wajah Femina, saya baru saja mengenal pentingnya mendalami karakter seperti yang diarahkan Reza Rahadian sebagai mentor. Saya masih harus banyak belajar,” ungkap Mediana, yang pernah mengikuti ekstrakurikuler teater di sekolahnya dulu.
 
Salah satu cara untuk mempelajari karakter orang yang ia lakukan tiap hari adalah dengan lebih banyak diam dan mengobservasi gerak-gerik orang-orang di  lingkungannya.
 
Mediana mengakui, baru kali ini ia tinggal berjauhan dengan zona nyamannya, yakni kedua orang tua dan kakaknya yang memilih menetap di Toulouse untuk berkarier. Meski berat, proses ini bukan hal yang baru lagi baginya. 

“Fase ini penting untuk menjaga fokus saya dalam mewujudkan cita-cita. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” ungkapnya. Ia menyadari, belajar dan beradaptasi adalah proses tanpa akhir.
 
“Saat ini memang tidak ada jaminan bahwa saya pasti berhasil. Tetapi, setidaknya saya berusaha keras melakukannya. And, I’m very happy,” tutur Mediana, lagi-lagi dengan mata berbinar. (f)
 


Topic

#WF2016