Travel
Mengembara di Kota Legenda Bishkek

28 Nov 2014


“Kyrgyzstan? Negara mana itu?” Pertanyaan ini sering dilontarkan kepada saya, M.K. Wirawan, sebelum berangkat ke sana. Dibanding negara ‘stan’ lain seperti Uzbekistan dan Kazakhstan, Kyrgyzstan memang kurang populer. Tapi, sempat mencicipi tinggal selama 2 bulan di Bishkek, ibu kotanya yang modern dan dinamis, membuat saya menyadari bahwa negara ini sebetulnya juga menarik untuk disinggahi traveler yang menyusuri Jalur Sutra di kawasan Asia Tengah. 

Ngarai Bersalju

Saya melihat Bishkek sebagai ibu kota yang mungil namun perkasa, terutama karena pegunungan bersalju yang membentang dan merengkuh sebagian kota ini. Pemandangan gunung salju di Bishkek ini bisa dinikmati pada musim apa pun. Tempat terbaik untuk menikmatinya adalah di kawasan Filarmoniya, tempat berdirinya dua universitas terbaik  di sana, yaitu Universitas Negeri Kyrgyzstan Jusub Balasagyn dan American University of Central Asia (AUCA).

Kebetulan saya tinggal di Jalan Karpinski, bersama host family yang sangat religius. Jalan yang terletak di pusat kota itu sering disebut juga Togtogula Karpinka oleh sebagian masyarakat. Dari sana, cukup dengan berjalan kaki sekitar dua puluh menit sudah sampai di Filarmoniya dan Manas Square yang menjadi pusat keramaian. 

Tiap pagi saya bisa melihat orang wara-wiri menuju tempat kerjanya. Banyak juga kendaraan pribadi yang beradu dengan bus umum atau marsyutka di tiap ruas jalan. Meski para pengendara di sana bawaannya selalu ngebut, mereka tetap menaati lampu lalu lintas dan menghargai hak pejalan kaki yang menyeberang. 

Pada sebuah akhir pekan, saya mengunjungi dua tempat wisata yang tidak terlalu jauh dari Bishkek dan bisa ditempuh menggunakan marsyutka sewaan, yaitu Grand Canyon-nya Kyrgyzstan yang punya banyak nama beken lain, seperti Bobsleigh dan Skyscrapper. Mungkin dinamakan demikian sebab memang di negara ini tidak ada gedung pencakar langit. Nama sebenarnya adalah Konorchak Canyon. 

Di musim salju, Konorchak Canyon diselimuti serpihan es dan tak jarang saya terpeleset di bongkahan-bongkahan esnya. Namun, di beberapa dataran tingginya salju sudah meleleh dan beberapa bison terlihat asyik merumput. 
Tak jauh dari sana ada yang namanya Burana Tower, di mana kita bisa melihat keindahan pemandangan hamparan salju (karena saat itu musim dingin) dari ketinggian menara. Pada zaman dahulu, konon Burana Tower dibangun oleh seorang raja setempat yang diperingatkan oleh seorang penyihir bahwa putrinya akan meninggal di usia delapan belas tahun. Sang putri akhirnya disembunyikan di dalam Burana Tower dan hanya pengasuhnya yang boleh masuk membawa makanan. 

Suatu hari, tanpa diketahui sang raja dan pengasuhnya, di dalam makanan yang dibawa oleh sang pengasuh terdapat laba-laba beracun yang akhirnya menggigit putri sang raja dan ia pun meninggal dalam kesendirian di dalam menara itu. 

Pujangga dan Pahlawan

Asal-usul nama kota berpopulasi sekitar 900.000 orang ini berawal dari legenda seorang pahlawan setempat bernama Bishkek. Menurut legenda, putra Bishkek mengubur jasad ayahnya dalam sebuah makam indah (gumbez) di pinggir aliran Sungai Alamedin.

Suatu hari, seorang saudagar tanpa sengaja menabrakkan dagangannya pada makam itu. Karena tidak bisa menyeberang sungai, ia pun terpaksa menjual semua barang dagangannya di sana. Lama-kelamaan, saudagar-saudagar lain mulai mengikutinya, sampai daerah perdagangan itu tumbuh menjadi kota yang dinamai Bishkek.
Ada sosok lain yang juga sangat dikagumi dan disegani orang Bishkek, yaitu Manas, yang namanya sering dipakai di tempat-tempat istimewa, seperti Manas International Airport dan Manas Square. Menjelajah Bishkek seperti berselimutkan memori akan kepahlawanan Manas yang hidup dalam hikayat pengembaraan di masa lampau. 

Sejarah dan filosofi Manas ini sepertinya memang sudah mendarah daging dalam diri orang Kyrgyzstan. Misalnya, nama Manas sering dipakai untuk menamai anak laki-laki, sementara istri Manas, Kanykei, sering dipakai untuk nama anak perempuan. 

Advertisement
Selain itu, mereka juga meniru keberingasan Manas dengan etos kerja yang tinggi. Saya mendapati hampir semua murid SMP dan SMA memiliki part-time job sesudah pulang sekolah. Mereka terbiasa menabung dari hasil pekerjaan paruh waktu untuk membeli gadget yang mereka inginkan. 

Selain Manas, orang Kyrgyzstan juga memiliki apresiasi dan kecintaan yang mendalam pada sastra. Itu sebabnya, banyak pujangga yang lahir di negeri mungil di hati Benua Asia ini. Salah satu pujangga tersebut adalah Chyngyz Aytmatov, penulis novel klasik berjudul Jamila, yang sudah dibuatkan filmnya. 
Saking populernya sastrawan yang satu ini, selain ada museum untuk mengenang karya-karyanya di Jalan Tynystanova-Bokombaeva, hampir semua perpustakaan di Bishkek juga menempatkan buku-buku karyanya di urutan nomor depan. Ia jugalah yang menulis riwayat Manas dan merepresentasikan sosok itu sebagai filosofi pada tiap kehidupan warga Kyrgyzstan. 

Masyarakat Bishkek 90 persennya menganut agama Islam bermazhab Hanafi, 5 persennya menganut Ortodoks Rusia, dan 5 persennya lagi campuran. Meski begitu, negara Kyrgyzstan bukanlah negara Islam, melainkan republik, seperti Indonesia. Budaya mereka cenderung seperti budaya Eropa, dan ideologi mereka lebih banyak dipengaruhi oleh Amerika. 

Rupanya, banyak remaja di sana berkesempatan untuk kuliah dan bekerja di Amerika Serikat. Jadi, bisa dimaklumi kalau hampir semua pelajar dan mahasiswa di Bishkek sangat mengidolakannya. Ironisnya, tak semua orang bisa menggunakan gadget keluaran Amerika. Umumnya pengguna gadget Amerika harus mendapatkan barang-barang tersebut di negara tetangga seperti Kazakhstan.  

Ke Kafe di Pagi Hari

Dibandingkan dengan kota lain di Kyrgyzstan, seperti Narn dan Osh, kehidupan masyarakat Bishkek boleh dibilang lebih modern. Jalan-jalan utamanya dipadati oleh lalu-lalang kendaraan dan orang-orang yang hendak berangkat bekerja atau sekolah. 

Tinggal di kota yang ritmenya sibuk, masyarakat Bishkek memiliki cara  sendiri untuk bersenang-senang. Sebutlah, bermain ski atau snowboard di Gunung Zil. Kunjungan ke tempat-tempat wisata alam biasanya akan dilakukan di musim salju dan musim panas. Sedangkan sehari-harinya, mereka hanya sempat nongkrong di kafe, karaoke, atau clubbing, seperti ‘nasib’ kebanyakan orang kota besar.
Yang menarik, kafe di Bishkek memiliki berbagai macam suasana, khas dan rasa yang berbeda. Di pagi hari misalnya, kita akan mudah menemukan banyak toko roti pinggir jalan yang menjual berbagai macam roti, pastry, tart dan beberapa makanan pokok seperti roti yang biasa disantap untuk makan pagi, misalnya samse. Pelanggan di toko-toko pinggir jalan ini bisa memilih yang isi daging ayam dan daging sapi. 

Masyarakat Bishkek suka sekali berbincang-bincang sambil minum teh atau cai. Biasanya, mereka duduk di kursi-kursi kecil di kafe-kafe pinggir jalan. Mereka lebih suka  minum teh daripada kopi, karena teh dipercaya bisa mengurangi pusing dan penat. Dalam sehari, masyarakat Kyrgyzstan terbiasa   minum teh minimal lima kali,   dicampur dengan selai raspberry, gula, atau madu hutan. Kebiasaan ini ditemukan juga di beberapa negara-negara Asia Tengah dan Rusia. 

Di pusat kota, silakan coba mampir ke Kafe Fakir. Sebuah kafe dengan masakan khas Kyrgyz, Turki, dan Cina. Gan fan, salah satu masakan berbahan dasar beras dan daging tumis, sangat cocok di lidah orang Indonesia. Atau, coba juga masakan Turki di Kafe Kardelen seperti syaslik, daging sapi atau ayam yang ditusuk dengan tusukan satai dan porsinya sangat besar.

Soal belanja pernak-pernik, Kyrgyzstan memiliki dua tempat istimewa, yaitu Osh Bazaar dan Dordoi. Banyak wisatawan lebih memilih Dordoi, sebab lebih besar dan lengkap. Saya pribadi lebih memilih berbelanja di Osh Bazaar. Osh Bazaar yang lebih mungil terlihat lebih bersih dan harganya lebih murah dibandingkan Dordoi. 

Saya menemukan banyak barang-barang menarik di sana, mulai dari mug bergambar peta Kyrgyzstan, replika bangunan Boz-Ui atau rumah-rumahan penduduk nomaden, dan komuz, alat musik petik seperti gitar mini yang dimainkan dari generasi ke generasi. Banyak pula aksesori, pajangan, dan lukisan kuda yang dijual di Osh Bazaar atau dekat Manas Square. Uniknya, meski mereka mencintai kuda, mereka juga memakan dagingnya. Mereka mengolah daging kuda sebagai makanan tradisional, berikut susunya yang terasa masam dan asin.
Dua hari sebelum pulang, saya sempat merayakan hari libur anak laki-laki yang berperang saat negara itu masih bergabung dalam Uni Sovyet. Di hari raya Den'zashitnikov Otechestva ini, anak-anak perempuan juga memberikan kado kepada ayah mereka, untuk menghargai sang ayah yang waktu mudanya dulu ikut dalam perang, wajib militer dan tergabung dalam militer Uni Sovyet. Sungguh suatu negeri antah berantah, bagaikan dalam dongeng, berjuta budaya dan kejutan di dalamnya. Saya takkan pernah melupakan Kyrgyzstan dan ribuan keunikan yang hidup dalam napas masyarakatnya. Bishkek, men seni suyoumh!


Tip:
  • Perjalanan menuju Kyrgyzstan bisa ditempuh dengan berbagai maskapai penerbangan, seperti Turkish Airlines, Emirates Airlines, dan Pegasus Airlines.
  • Untuk menjelajah ke negara ‘stan’ lainnya seperti Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, bisa ditempuh melalui udara dan darat, menggunakan bus atau kereta lintas negara. 
  • Mata uang Kyrgyzstan adalah com/som. Satu som sama dengan Rp240. Banyak sekali money changer yang tersebar, dan umumnya rate-nya tidak berbeda terlalu jauh. 
  • Sebaiknya bertamasya ke Kyrgyzstan saat musim panas atau musim semi karena cuacanya lebih bersahabat. 
  • Transportasi dalam Kota Bishkek umumnya menggunakan marsyutka (bus elf berwarna putih) dengan nomor berbeda-beda sesuai tujuan. Ongkos  per orangnya  sebesar 10 com.
  • Penginapan sederhana di Bishkek umumnya berbentuk apartemen dan ruko tiga lantai dengan kisaran harga mulai dari 2.000 com per orang, per malam. Beberapa referensi hotel yang cukup bagus di antaranya Hayat, Dostuk, dan Holiday Hotel. Ketiganya dekat dengan pusat Kota Bishkek di Jalan Karpinski.
  • Intip belanjaan sehari-hari masyarakat lokal di Beta Stores di Chui Isanova Street, mulai dari makanan siap saji  hingga aneka pastry yang dibuat fresh  tiap hari.




 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?