Career
Punya Rekan Kerja yang Hobi Melempar Tanggung Jawab? Siap-Siap Tambah Musuh di Kantor

28 Mar 2017


Foto: Fotosearch

Kadang, nih, faktor keberuntungan banyak berperan dalam kehidupan. Kalau lagi apes, bisa jadi kita tersangkut dalam perbuatan teman atau rekan kerja. Kita tiba-tiba dapat jackpot kudu bertanggung jawab atas kesalahan yang mereka lakukan. Pelaku buang bodi sering kali menimpakan kesalahan kepada orang lain—dengan entengnya dia bakal menyudutkan kita, tuh. Parahnya lagi, kita nggak punya kesempatan untuk membela diri sehingga dia bisa lolos dari dakwaan bersalah.  Grrr....
 
Akibat idola
Menurut psikolog Nessi Purnomo, kebiasan buang bodi alias melempar tanggung jawab ada yang diturunkan secara genetis dan ada pula yang sifatnya mencontek.

“Siapa yang ditiru, modelnya siapa, biasanya adalah orang terdekat. Kalau dia tidak dekat dengan orangtuanya, ya, siapa orang yang terdekat, bisa pengasuh, misalnya. Jadi, dia melihat orang tersebut bisa berperilaku tidak bertanggung jawab terhadap suatu hal. Dia pun akan coba untuk melakukan hal yang sama. Makanya, dia melihat bahwa ini adalah perilaku yang benar.”

Meski minus kehadiran 'idola', ternyata lingkungan juga bisa memengaruhi kebiasaan seseorang.

“Ketika dia lihat orang-orang di sekitarnya banyak yang melakukan itu. Dia 'menyimpulkan' rasanya lebih enak kalau tidak bertanggung jawab. Nah, ketika semua itu terjadi ada kemungkinan kita berpikiran 'ya, udah gue ikut aja',” tambah Nessi.
 
Salahkan dia!
Pada kasus lain, pola asuh ortu yang terlalu melindungi anaknya ikut membentuk perilaku tidak bertanggung jawab. Misalnya, saat si A tersandung batu maka ortu justru menyalahkan dan memukul batu tadi.

“Dari situ, kan, sebetulnya orangtua menanamkan ke si anak bahwa sesuatu yang buruk terjadi pada anak itu bukan perbuatan dia. Beberapa orang kemudian membawa pola tersebut sampai dia gede. Kalau ada sesuatu yang buruk terjadi pada saya, itu bukan karena saya, tapi karena orang lain,” kata Nessi.

“Selain itu, ada beberapa orang yang di keluarganya selalu ditempatkan sebagai orang yang benar. Jadi, dia memang tidak dibiasakan untuk bertanggung jawab sejak kecil sehingga dia berpikir kalau orang sebenarnya tidak perlu bertanggung jawab. Saat dia melakukan kesalahan, ya, nggak apa-apa dan konsekuensinya nggak ada.”

Dia akhirnya tidak pernah terbiasa melihat keterkaitan antara satu hal dengan hal lainnya.  Nggak heran, deh, kalau tindakannya sering kali terlihat 'semau gue'....
 
Cari musuh
Menurut Nessi, pelaku buang bodi sering mengulang perilakunya karena terasa menguntungkan.

Advertisement
“Ya, karena manusia itu pada dasarnya ingin yang enak-enak. Kalau orang harus bertanggung jawab, rasanya, kan, kurang nyaman—ada beban. Jadi, kalau bisa yang enak kenapa mesti nggak enak? Tanggung jawabnya, kan, bisa dilimpahkan kepada yang lain juga, jadi limpahkan saja ke orang lain.”

Beberapa pelaku buang bodi ada, kok, yang menyadari bahwa perilaku mereka bisa menciptakan musuh. Di sisi lain, mereka yang menganggapnya bukan sebagai kesalahan cenderung cuek.

“Bila kita lihat secara objektif, si buang bodi punya banyak musuh karena dia melakukan kesalahan. Tapi, kalau orang yang merasakan apa yang dilakukannya benar dan orang memusuhi dia, dia akan bilang, 'Itu problem lo, dong! Gue melakukan hal benar, kok'. Akhirnya dia bikin norma sendiri sehingga dia merasa yang dilakukannya adalah benar,” tegas Nessi.
             
Susah sadar
Nessi bilang kalau kebiasaan buang bodi susah diubah. Soalnya, hal ini berkaitan dengan pembentukan perilaku dan kebiasaan yang sudah terlalu lama dilakukan.

“Harus ada sebuah kesadaran yang luar biasa besar dari si pelaku sendiri untuk berubah. Kadang proses yang tersulit, tuh, untuk membawa dia kepada suatu kesadaran 'apa yang saya lakukan salah'. Orang yang bisa mengingatkan pastinya adalah orang yang dia segani atau punya otoritas lebih tinggi dari dia.”

Untuk berhadapan dengan orang semacam ini, Nessi menyarankan agar kita 'main' dokumen.

“Artinya main sesuatu yang bisa terukur. Misalnya, bisa dilihat oleh semua orang bahwa itu memang pernah dia katakan. Akan lebih baik lagi kalau bisa dilakukan hitam di atas putih. Dalam hal ini peran orang ketiga juga penting sebagai saksi.”

Jadi, jangan malas mencatat sesuatu yang penting—terutama berhubungan dengan perilaku si buang bodi. Nggak apa-apa jadi sedikit merepotkan diri. Yang penting dengan bukti di tangan, kita nggak bakal terjebak lagi, deh.
 
Jaga Diri!
 Ada, kok, cara biar semua orang nggak langsung percaya tuduhan si buang bodi terhadap kita. Menurut Nessi, kita kudu memiliki identitas yang baik dan sudah terbukti.

“Kita harus punya track record baik dan kita selalu menjaganya tetap baik. Misalnya ada sesuatu yang buruk terjadi, orang akan melihat bahwa biasanya kita nggak seperti itu. At least ada counter-nya gitu.”

Orang nggak bakal gampang menerima apa yang ditimpakan kepada kita jika kita bisa selalu menjaga nama baik pribadi

“Jadi, cobalah melakukan apa yang Anda katakan, konsisten, punya integritas baik, menjaga nama baik, dan nggak aneh-aneh. Sehingga kalau ada orang dengar sesuatu yang buruk tentang kita, dia akan nanya dulu ke kita—nggak langsung percaya,” tegas Nessi. (f) 
 


Topic

#rekankerja

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?